tirto.id - PT Pertamina (Persero) telah mendapat jatah minyak yang bisa dibeli dari sejumlah perusahan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) sejak Januari 2019.
Dirut Pertamina, Nicke Widyawati menyampaikan, salah satunya adalah minyak mentah dari PT Chevron Pasific Indonesia (CPI).
“Kalau yang sudah kita deal itu sekitar 90 ribu barel perhari dari Chevron. Nanti ada sisianya akan mulai kita beli periode Juli sampai dengan Desember,” ujarnya saat ditemui di Kementerian BUMN, Senin (18/2/2019).
Pembelian minyak mentah dari sejumlah perusahaan KKKS itu sebenarnya merupakan strategi yang dilakukan pemerintah untuk menekan impor minyak yang selama ini membebani neraca perdagangan Indonesia.
Sepanjang 2018, misalnya, minyak mentah menjadi penyumbang defisit sebesar 4,04 miliar dolar AS pada neraca dagang migas, disusul dengan hasil minyak dengan nilai yang lebih besar yakni 15,95 miliar dolar AS.
Alasan hukum yang digunakan untuk pembelian minyak tersebut adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Beleid itu menyebut bahwa minyak mentah bagian KKKS diprioritaskan dijual ke Pertamina dan diolah di kilang minyak dalam negeri.
Selama ini, kata Nicke, KKKS seperti Chevron sebagian besarnya diekspor.
Padahal, di sisi lain, Pertamina masih harus mengimpor minyak mentah dan kondensat sekitar 342.000 barel per hari.
“Biasanya gini, kalau kita itu kan impor antara 350-400 ribu barel perhari, nah itu kita sekarang bisa kurangi karena setengahnya itu sudah kita bisa beli. Sama yang solar juga begitu, biasanya kita kan produk itu 350-400,” ucapnya.
Dengan membeli minyak dari KKKS, Pertamina disebut bisa mengulangi volume impor harian hingga 20 hingga 25 persen.
“Di Januari 2019, impor dari curde dan juga produk bbm itu turun 25 persen. Ini terjadi karena kita sekarang yang biasanya crude porsi KKKS yang diekspor itu sebagian besar sudah dijual ke Pertamina dan dioleh di kilang Pertamina,” imbuhnya.
Ke depan, kata Nicke, perseroannya menargetkan dapat membeli minyak mentah dari ExxonMobil Cepu serta beberapa perusahaan KKKS lainnya.
“Exxon kita masih melakukan negosiasi tapi yang Chevron sudah,” pungkas Nicke.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari