tirto.id - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengakui wacana penghentian penyidikan korupsi pejabat daerah jika telah mengembalikan uang korupsi ke negara.
Menurut Ari, wacana tersebut dilontarkannya dengan pertimbangan perbandingan biaya penyidikan kasus korupsi dan jumlah kerugian negara.
Karena, kata Ari, tidak semua kasus korupsi merugikan uang negara dalam jumlah besar. Sementara, menurutnya, anggaran biaya penyidikan korupsi Rp208 juta. Angka itu semakin membesar ketika perkara korupsi masuk ke tahap penuntutan dan peradilan.
"Maka penyidikan, lebih baik kita mencari kasus yang lebih besar," kata Ari dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (24/3/2018).
Meskipun begitu, Ari menyatakan negara akan tetap memberi hukuman kepada pejabat negara yang korup tersebut dalam bentuk sanksi sosial. "Kalau memang ada kesalahan, institusi yang memberi sanksi sosial," kata Ari.
Ari mencontohkan, hukuman sosial kepada koruptor bisa berupa kerja sosial seperti menyapu jalan raya.
"Mungkin istrinya berpikir suami kalau ada uang, 'Uang dari mana ini, jangan sampai saya jadi tukang sapu," kata Ari.
Senada, Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian menilai negara harus memikirkan hukuman alternatif atas kasus korupsi yang nilai kerugian negaranya tidak besar.
Karena, menurut Tito, penyidikan kasus korupsi selama ini tidak sebanding dengan kerugian negara. Terlebih jika kasus korupsi terjadi di daerah terpencil, seperti Papua yang hanya memiliki satu lokasi pengadilan Tipikor di Jayapura.
"Kalau kita tangkap pelaku di daerah Boven Digoel, harus mengangkut saksi, SPDP segala macam. Kerugian negara diperkarakan Rp100 juta, sementara biayanya [angkut saksi mungkin bisa Rp1 miliar. Negara malah rugi. Bukan artinya semua kasus tapi kasus tertentu saja," kata Tito.
Wacana ini pertama kali muncul saat Kemendagri, Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menekan perjanjian MoU kerja sama soal penanganan laporan masyarakat atas dugaan korupsi di pemerintah daerah bulan lalu.
Kesepakatan ini mengenai koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dengan penegak hukum dalam menangani laporan atau pengaduan yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora