Menuju konten utama

Tegakkan Hukum untuk Mengatasi Arogansi Pengguna Sepeda Balap

Sebagian pengguna sepeda balap tampak arogan. Ada mau itu ditertibkan agar masing-masing pengguna jalan tak ada yang dirugikan.

Tegakkan Hukum untuk Mengatasi Arogansi Pengguna Sepeda Balap
Sejumlah pesepeda melintasi jalur sepeda di Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Minggu (19/7/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Foto seorang pemotor mengacungkan jari tengah kepada rombongan pesepeda balap yang memadati ruas jalan raya viral di media sosial. Foto tersebut diunggah oleh akun @luckybw pada 26 Mei 2021 sekitar pukul 06.30 WIB. Momen itu terjadi di Kawasan Dukuh Atas, Menteng, Jakarta Pusat.

Komunitas pesepeda tersebut, melalui akun Instagram @goshow.cc, memberikan klarifikasi dalam bahasa Inggris, Jumat (28/5/2021), bahwa mereka berkendara di jalur kanan karena "adanya bus yang menyeberang." Meski begitu pada unggahan yang lain nampaknya cukup sering mereka melaju di lajur tengah.

Putut Sudaryanto, Ketua Bike to Work (B2W), sebuah komunitas yang mengampanyekan penggunaan sepeda sebagai ganti kendaraan bemotor, telah eksis selama 16 tahun atau jauh lebih lama dari tren bersepeda yang muncul sejak masa pandemi, mengatakan kepada reporter Tirto, Senin (31/5/2021), bahwa pengguna sepeda balap dan sepeda sport itu "sudah keterlaluan dan mereka egois."

Ia juga mengkritisi sebuah unggahan dalam bahasa Inggris yang berupaya menjelaskan mengenai perkara yang terjadi tetapi tak ada pernyataan menyesal.

Akun tersebut juga menggunakan tagar #sharetheroad atau berbagi jalan, yang menurutnya tidak tepat. Kampanye share the road sebenarnya adalah agar pengendara kendaraan bermotor menerima pesepeda di jalan raya sebagai sesama penglaju, bukan dimaksudkan untuk berbagi jalan kepada pesepeda balap yang berkendara sekadar untuk hobi apalagi untuk pamer.

"Perilaku mereka jauh dari adab. Jadi apa yang mau dituju?" katanya.

Pernyataan Putut sebenarnya adalah sikap resmi dari B2W. Dalam keterangan resmi, B2W mengatakan acungan jari tengah pengendara motor itu adalah "akumulasi dari berbagai perilaku sebagian pesepeda belakangan ini yang tidak menghormati peraturan dan mengganggu para pengguna jalan lain."

B2W mengatakan bahwa sebagian pesepeda yang hanya mengikuti tren "kurang memiliki pemahaman bahwa bersepeda di kota yang diutamakan bukanlah rekreasi atau olahraga, melainkan mobilitas yang aman dan nyaman, tidak hanya bagi pesepeda tapi juga bagi seluruh pengguna jalan."

"Bertahun-tahun B2W bersama berbagai institusi dan berbagai komunitas mengampanyekan banyaknya manfaat bersepeda, dari sisi kesehatan, sosial, dan ekonomi baik bagi pribadi maupun bagi perkotaan. Dan tiba-tiba di tengah perjuangan untuk meredakan kontroversi jalur sepeda permanen, serombongan pesepeda seakan ramai-ramai berteriak: kami tidak butuh jalur sepeda."

Perlu Tegakkan Aturan

Putut mengatakan sebenarnya sudah ada aturan yang mengatur para pesepeda agar melintas di jalur yang telah disediakan. Tujuannya tak lain demi keselamatan.

Sejumlah aturan tersebut yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), terdapat di pasal 108, 122, dan 299. Kemudian Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 59/2020, lalu Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI 128/2019.

Masalahnya adalah kebijakan yang dibuat tidak dilaksanakan dan minim pemberian sanksi. "Jauh panggang dari api," katanya.

Oleh karena itu Putut mengatakan B2W mendesak para penegak hukum untuk memberikan sanksi bagi pesepeda yang melanggar peraturan. "Kami desak pemerintah untuk menjalankan undang-undang," pungkasnya.

Dalam konteks DKI bahkan sudah ada jalur khusus yang cukup panjang dan luas sehingga sebenarnya dimungkinkan pengguna sepeda tidak bercampur dengan pemakai kendaraan bermotor. "Semata-mata tidak bermaksud membatasi tapi lebih karena ingin memastikan keselamatan semuanya," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria di Balai Kota, Jakarta, Jumat (28/5/2021).

Arogansi sebagian kelompok pesepeda yang menggunakan jalur tidak semestinya memang muncul karena belum ada tindakan tegas dari aparat, menurut pengamat transportasi Djoko Setijowarno. Selama ini, tindakan tegas hanya menyasar kepada pengguna kendaraan bermotor.

"Polisi harus menindak para pesepeda. Semua pengguna jalan wajib menaati aturan berlalu lintas demi keselamatan," kata Djoko kepada reporter Tirto, Senin.

Dia menyarankan kepada pesepeda balap untuk memanfaatkan Velodrome untuk menopang laju kecepatan rata-rata sepeda. "Daripada bersepeda dengan kecepatan tinggi di jalan raya dan berbagi dengan kendaraan bermotor, berbahaya untuk keselamatan," katanya.

Desakan ini nampaknya akan segera direalisasikan aparat. Direktur Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengatakan demikian. "Kami siapkan jalur khusus road bike. Setelah jalur itu operasi, kami akan mulai penindakan tegas terhadap para bikers," kata Sambodo, Sabtu (29/5/2021), dikutip dari Antara.

Sambodo mengatakan jalur khusus yang tengah disiapkan oleh Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta adalah Jalan Layang Non Tol (JLNT) Kampung Kampung Melayu-Tanah Abang. JLNT Casablanca sebagai jalur khusus road bike masih dalam tahap uji coba dan belum ditentukan kapan akan dibuka. Rencananya Pemprov DKI Akan membangun jalur sepeda sepanjang 63 kilometer.

Dia mengatakan para pesepeda yang melanggar aturan akan dikenakan sanksi sesuai dengan pasal 299 UU LAJ 22/2009. Apabila melanggar terancam dipidana dengan kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp100 ribu.

Baca juga artikel terkait PERATURAN LALU LINTAS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino