Menuju konten utama

Tarik Ulur Golkar-DPR Usai Setya Novanto Lengser

Golkar belum juga mengusulkan nama pengganti Setya Novanto ke DPR. Alasannya, mereka masih menunggu revisi UU MD3.

Tarik Ulur Golkar-DPR Usai Setya Novanto Lengser
Rapat Paripurna menyetujui rancangan revisi Undang-undang Nomor 42 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) untuk masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2016. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/16

tirto.id - Rapat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin (8/1) siang, dengan agenda pembahasan pergantian Ketua DPR Setya Novanto, batal diselenggarakan. Pasalnya usulan nama pengganti dari Golkar, partai asal Novanto, belum muncul.

"Sampai tadi pagi itu belum masuk [surat dari Golkar]," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di kompleks Senayan, Senin (8/1/2018).

Surat dari Golkar sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam Pasal 87 ayat (4), dijelaskan bahwa "dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama."

Agus mengatakan rapat diundur paling lambat hingga Selasa (9/1) besok, setelah Rapat Paripurna pembukaan, dan tetap dengan catatan keluar usulan nama dari Golkar. Agus mengatakan bahwa rapat pergantian Novanto "hanya mundur waktunya saja," sebab "semua prinsip, tata cara, sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

Pergantian Novanto menjadi krusial karena kinerja DPR mungkin tidak maksimal tanpa pimpinan yang lengkap. Namun politisi Demokrat ini menilai kinerja legislatif tidak terpengaruh oleh hal itu. Pun ketika besok saat pembukaan masa sidang.

Menurut Agus, pimpinan DPR dengan empat anggota masih tetap bisa kuorum. Untuk membuka sidang hanya dibutuhkan tiga orang pimpinan, dan untuk paripurna hanya dibutuhkan dua orang.

"Apabila besok pimpinan lebih dari dua, tentu paripurna bisa dimulai, sehingga tidak ada hal-hal yang menyulitkan," kata Agus.

Setelah Novanto undur diri, DPR mengangkat Wakil Ketua DPR Fadli Zon sebagai Plt Ketua DPR. Fadli diputuskan menjabat di posisi itu sampai Golkar merekomendasikan nama pengganti Novanto.

Tunggu Revisi UU MD3

Soal pengganti Novanto, Ketua DPP Golkar, Zainudin Amali, menjelaskan mengapa sampai sekarang belum juga menyerahkan rekomendasi nama pengganti Novanto. Menurutnya ada kecenderungan di antara para pengurus DPP dan anggota fraksi untuk mengusulkan nama pengganti Novanto setelah revisi UU MD3 yang diusulkan PDIP rampung.

"Karena ketimbang bolak balik, jadi sekalian kami tunggu ada Wakil Ketua dari PDIP. Baru sekalian [memberikan nama pengganti Novanto]," kata Zainudin.

Usulan yang dikemukakan sebelum pergantian tahun itu terutama akan menambah jumlah pimpinan DPR untuk mengakomodasi PDIP, pemenang di Pemilihan Umum 2014. Usulan ini nampaknya akan berjalan mulus, mengingat hingga saat ini hanya fraksi Nasdem saja yang menolak. Menurut Ketua Komisi II DPR ini, revisi UU MD3 tidak akan berlangsung lama.

Sementara menurut Ketua DPP Golkar, Happy Bone Zulkarnain, saat ini mereka sudah mengerucutkan dua nama sebagai pengganti Novanto. "Kecenderungannya memang ada dua nama dari DPP [Golkar]," kata Happy kepada Tirto.

Hal ini selaras dengan kabar yang beredar sebelumnya, bahwa Golkar mengusulkan dua nama, yaitu Agus Gumiwang Kartasasmita dan Bambang Soesatyo. Agus adalah salah satu ketua DPP Golkar 2004—2009, sementara Bambang anggota Komisi III DPR RI dari Golkar.

Namun Happy tidak menjelaskan apakah Agus dan Bambang yang dimaksud. "Ya ada lah. Dua-duanya memang sempat masuk pembahasan, tapi DPP belum memutuskan," katanya.

Selain dua nama itu, sempat juga muncul nama Ketua Banggar DPR, Azis Syamsudin. Azis ditunjuk langsung oleh Novanto melalui surat. Namun rekomendasi itu ditolak ramai-ramai oleh kader Golkar. Nama Azis pun tak ladi masuk hitungan.

Harus Cepat

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, mengatakan Fraksi Golkar harus secepatnya mengusulkan nama pengganti Setya Novanto kepada pimpinan DPR.

"Sebetulnya kekosongan kepemimpinan itu tidak boleh dibiarkan kalau mengikuti UU MD3. Kemarin itu makanya ada perbedaan pendapat dalam menunggu Golkar menyelesaikan masalah," kata Fahri. Masalah yang Fahri maksud adalah posisi Novanto sebagai Ketua Umum Golkar.

Kini masalah itu sudah selesai dengan penunjukan Airlangga Hartarto lewat Munaslub Golkar beberapa waktu lalu. Setya Novanto resmi lengser sebagai Ketua Umum Golkar. Menurut Fahri, pimpinan DPR sudah mengirim surat ke partai berlogo beringin itu untuk sesegera mungkin mengirim nama.

"Sebetulnya tinggal dijawab saja apa masalahnya," kata Fahri, menjawab mengapa nama yang diminta DPR belum juga disetorkan.

Sama dengan Agus, Fahri mengatakan bila sebelum paripurna saat pembukaan masa sidang besok (9/1), surat dari Golkar sudah masuk, maka akan segera diproses calon pengganti Novanto.

"Misalnya besok pagi surat masuk. [Ini] tergantung permintaan DPP. [Kalau] diminta mau dilantik langsung, maka kita bikin rapat pimpinan pagi," katanya.

Pembahasan Revisi UU MD3

Pada 30 Desember 2017, ketika masih masa reses, Ketua Panja RUU MD3 Supratman Andi menyatakan saat ini sedang diusahakan kesepakatan di antara fraksi-fraksi di DPR guna mencapai pembahasan awal revisi UU MD3 yang menjadi usulan PDIP.

Politisi Gerindra ini, pun menyatakan fraksinya mengusulkan penambahan dua kursi pimpinan DPR untuk PDIP dan PKB. Sebab, menurutnya, kedua partai tersebut merupakan pemenang Pemilu yang belum terakomodasi dan dua kursi akan membuat pimpinan DPR tetap ganjil.

"Tapi, ini juga masih dalam tahap elaborasi. Karena ada fraksi lain yang mempunyai visi yang berbeda," lanjutnya.

Beda dengan Supratman dan mayoritas fraksi lain, Ketua Kapoksi F-Nasdem Luthfi Mutty menyatakan Nasdem tidak setuju bila revisi UU MD3 hanya dilakukan untuk menambah kursi pimpinan DPR saja.

Menurut Luthfi, F-Nasdem memandang perubahan bisa dilakukan jika membahas hal-hal yang komprehensif. Ia juga mengharapkan pembahasan perubahan UU MD3 ini agar dipikirkan untuk jangka panjang dan tidak hanya kepentingan jangka pendek.

Agar pembahasannya obyektif perubahan UU MD3 juga harus diberlakukan untuk DPR periode berikut dan bukan untuk DPR periode saat ini.

"Ini mengacu pada praktik yang berlaku di negara-negara demokrasi di dunia, yakni UU yang mengatur tentang lembaga legislatif, diberlakukan untuk keanggotaan legislatif periode berikut. Bukan periode legislatif yang membuat aturan itu," kata Luthfi.

Baca juga artikel terkait PERGANTIAN KETUA DPR atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino