tirto.id -
"Kalau hanya menambah kursi pimpinan untuk PDIP, itu hanya untuk menyenangkan partai saja," kata Lucius melalui pesan Whatsapp, Kamis (28/12/2017).
Lucius berpandangan, sebaiknya yang mesti diubah adalah mekanisme pemilihan ketua DPR yang tidak hanya sebatas kepada perolehan suara terbanyak di Pileg.
"Jangan sampai kayak mekanisme terdahulu. Pemilihan pimpinan setelah suara Pileg diketahui," kata Lucius.
Sistem pemilihan pimpinan DPR sebelumnya adalah berdasarkan jumlah perolehan kursi terbanyak di Pileg 2014 yang kemudian disesuaikan dengan mekanisme paket.
Sistem itu, kata Lucius, hanya akan menimbulkan kegaduhan politik. Sebab, hanya akan mengarah kepada mekanisme winner take all. Sementara, dalam pembahasan RUU MD3 April lalu, diksi suara terbanyak dianggap multi tafsir oleh banyak partai di parlemen.
Kemarin, Wakil Ketua Baleg, Firman Soebagyo menyatakan pembahasan revisi UU MD3 mengenai penambahan kursi pimpinan DPR dan MPR sudah disetujui oleh 10 partai di fraksi. Terutama untuk mengakomodasi PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2014.
"Kalau bisa dibahas lebih cepat, lebih bagus," kata Firman, Rabu (27/12/2017).
Anggota F-Golkar ini pun menyatakan partainya setuju dan mendorong penambahan kursi pimpinan DPR dan MPR. Sebab, menurutnya, penambahan kursi itu adalah jalan terbaik untuk mengakomodasi partai di parlemen.
"Satu wakil ketua yang sudah disepakati untuk partai pemenang pemilu yaitu PDIP. Golkar mengusulkan wakil ketua MPR tambah satu, maksimal dua. Satu untuk PDIP, satunya belum tahu siapa yang akan dapatkan," kata Firman.
Saat ditanya soal jumlah pimpinan yang akan dinamis saat disepakati nanti, ia mengatakan hal tersebut bersifat rasional saja. Apalagi masa pimpinan ketua DPR tinggal 1,5 tahun lagi.
"Tapi UU sudah jadi inisiatif sebaiknya kami selesaikan," kata Firman.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri