Menuju konten utama

Tarekat Naqsabandiyah di Padang Idul Adha Duluan, Mazhab Apa?

Alasan kenapa jemaah Tarekat Naqsabandiyah merayakan Idul Adha terlebih dahulu yaitu pada 15 Juni 2024.

Tarekat Naqsabandiyah di Padang Idul Adha Duluan, Mazhab Apa?
Jamaah Tarekat Naqsabandiyah melaksanakan shalat tarawih pertama di Surau Baru, Pauh, Padang, Sumatera Barat, Kamis (31/03/2022). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra.

tirto.id - Jemaah Tarekat Naqsabandiyah di Padang akan merayakan Hari Raya Idul Adha pada tanggal 15 Juni 2024, berbeda dengan mayoritas umat Islam di Indonesia yang merayakannya pada tanggal 17 Juni.

Komunitas Tarekat Naqsabandiyah mengikuti perhitungan mereka sendiri yang berbeda dari kebanyakan umat Muslim di Indonesia. Penentuan tanggal Idul Adha ini telah dilakukan sejak bulan Ramadhan lalu, berdasarkan metode hisab, rukyat, dalil, ijmak, dan qiyas.

Salah satu lokasi perayaan Idul Adha bagi jemaah Tarekat Naqsabandiyah adalah Surau Baru, yang terletak di Kelurahan Cupak Tangah, Kecamatan Pauh, Kota Padang.

Surau ini merupakan basis Tarekat Naqsabandiyah di Padang yang didirikan oleh Syekh Muhammad Thaib pada tahun 1910 dan menjadi surau tertua milik Naqsabandiyah di kota tersebut.

Meskipun berbeda, kedua komunitas tetap melaksanakan ibadah Idul Adha dengan semangat yang sama untuk berbagi dengan sesama.

Tarekat Naqsabandiyah di Padang Pakai Mazhab Apa?

Tarekat Naqsabandiyah merupakan salah satu dari dua tarekat besar yang berkembang di Sumatera Barat, bersama dengan Tarekat Sattariyah.

Tarekat ini dibawa masuk ke Minangkabau melalui dua titik utama: Kabupaten Pasaman oleh Syekh Ibrahim Kumpulan dan Kabupaten Lima Puluh Kota oleh Syekh Muhammad Taher (Syekh Barulak) dan Syekh Abdurrahman (kakek kandung Wakil Presiden pertama RI, Muhammad Hatta).

Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah di Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki keunikan tersendiri. Dua orang ulama yang menyebarkannya, yaitu Syekh Muhammad Taher dan Syekh Abdurrahman, berguru kepada Syekh Ismail Al-Minangkabauwi (Syekh Ismail Simaburi) di Desa Simabur.

Meskipun Syekh Ismail Simaburi tidak pernah kembali ke Minangkabau, perannya sangatlah penting dalam menghubungkan para ulama Minangkabau dengan pusat peradaban Naqsabandiyah di Jabal Abi Qubais, Timur Tengah.

Menurut Sejarawan Chairullah, M. A.Hum, Syekh Kumpulan dan Syekh Simaburi belajar ilmu tarekat pada waktu yang sama. Namun, keduanya memilih jalan yang berbeda. Syekh Kumpulan kembali ke Minangkabau untuk menyebarkan tarekat, sedangkan Syekh Simaburi menetap di Timur Tengah.

Tarekat Naqsabandiyah menganut paham Asy'ariyah dan tergolong ke dalam ikhtiqlab Ahlu Sunnah bermazhab Syafi'i. Paham Asy'ariyah dan Maturidiyah diyakini sebagai golongan yang berada di sisi Allah.

"Dari 72 golongan Islam yang terbagi berdasarkan ikhtiqlabnya masing-masing, Ahlul Sunnah Waljamaah yang identik dengan Asy'ariyah dan Maturidiyah adalah golongan yang di sisi Tuhan," jelas Chairullah.

Hingga saat ini, ajaran Tarekat Naqsabandiyah telah tersebar di berbagai kabupaten dan kota di Sumatera Barat, seperti Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Lima Puluh Kota, Tanah Datar, Kota Padang, Kota dan Kabupaten Solok, dan Kabupaten Solok Selatan.

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA 2024 atau tulisan lainnya dari Ruhma Syifwatul Jinan

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ruhma Syifwatul Jinan
Penulis: Ruhma Syifwatul Jinan
Editor: Dipna Videlia Putsanra