tirto.id - Di awal kepemimpinannya, Donald Trump mengeluarkan visi “American First” dan mulai memutuskan hubungan kerja sama multilateral yang dianggap kurang menguntungkan AS. Salah satunya langkah yang diambil Trump adalah mundur dari Kemitraan Trans Pasifik (TPP). Setelah mengguncang negara-negara Asia Pasifik dengan keputusan tersebut, kini Trump akan melawat ke Asia dari 3 hingga 14 November terkait agenda kerja sama.
Dalam lawatan tersebut, Trump akan membahas krisis Korea Utara dengan Cina, Jepang dan Korea Selatan. Lawatan ini akan dimanfaatkan Trump untuk mengajak negara Asia untuk bersatu guna memaksimalkan tekanan terhadap rezim Kim Jong-un yang dianggap sebagai rezim pembangkang. Aliansi dan kemitraan negara Asia dengan AS kini menjadi agenda penting Trump menurut laporan Reuters.
Baca juga:Aksi Donald Trump Melawan Planet Bumi
Tak hanya krisis Korea Utara, agenda penting Trump lainnya adalah membahas soal perdagangan bebas dan menghadiri pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik di Vietnam. Trump akan menutup lawatannya di Asia dengan bertemu presiden Filipina Rodrigo Duterte guna membahas kampanye antinarkoba Duterte yang menjadi perhatian dunia, termasuk mengikuti acara peringatan 50 tahun ASEAN di Filipina.
"Presiden Trump akan membahas nilai penting kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka terhadap kemakmuran dan keamanan Amerika," demikian keterangan resmi Gedung Putih.
"Dia juga akan menekankan pentingnya hubungan ekonomi yang adil dan timbal balik dengan mitra dagang Amerika. Keterlibatan presiden akan memperkuat tekad dunia internasional untuk menghadapi ancaman Korut dan memastikan pelucutan nuklir Semenanjung Korea secara utuh, nyata, dan selamanya.”
Kebijakan Trump kali ini tak lepas dari rezim Kim Jong-un yang terus meningkatkan ancaman melalui serangkaian uji coba rudal balistik dan pengembangan nuklir. Berbagai tekanan AS seperti embargo hingga pengucilan Korut dari pergaulan global tak mampu menghentikan proyek rudal Kim Jong-un.
Ketidakpastian Arah Kebijakan AS
Rencana menggandeng negara-negara Asia ditanggapi Prashanth Parameswara dari The Diplomat dengan mengingatkan administrasi Trump bahwa tindakan AS sebelumnya seperti keluar dari TPP telah membuat negeri-negeri ini khawatir akan komitmen dan keberlangsungan politik luar negeri AS di Asia.
Baca juga:Presiden Trump Putuskan AS Keluar dari Perjanjian Paris
Kekhawatiran itu muncul lantaran kebijakan Trump sangat bertolak belakang dengan pendahulunya. Cina kerap bersitegang dengan AS, namun di sisi lain kedua pihak muncul sebagai teman. Sedangkan di Korea Selatan, Trump justru mengubah keputusan dagang kedua belah pihak.
Untuk Asia, pada masa pemerintahan George W. Bush, AS telah melakukan penguatan aliansi di kawasan Asia, yang makin solid pada masa pemerintahan Obama. Strategi AS di Asia dikenal dengan nama Pivot to Asia.
Strategi khusus untuk kawasan Asia Pasifik dilakukan sebagai prioritas politik luar negeri AS, yang berfokus pada bidang peningkatan kerjasama ekonomi, penguatan aliansi, jaminan keamanan bersama melalui institusi regional guna membantu menangani berbagai sengketa di kawasan tersebut.
Sedangkan menurut Trump, strategi di kawasan Asia Pasifik warisan pendahulunya sudah tak dapat digunakan lagi saat ini. Trump memilih menjalankan kebijakan luar negeri yang tak dapat diprediksi. Pola ini selaras dengan berbagai kebijakan kontroversial Trump. Ketidakjelasan ini dapat berimplikasi pada buyarnya aliansi AS di Asia.
Selain itu di bawah kepemimpinan Trump, AS lebih selektif memilih aliansi atau rekan kerja sama. Berbeda dari pendahulunya yang cenderung menjalin kerja sama dengan sebanyak mungkin negara sambil berusaha menjadi pemimpin atau polisi dunia.
Trump tampak lebih fokus terhadap apa yang menguntungkan dan terbaik buat AS semata. Tak heran beberapa negara di Asia merapat ke Cina yang kini semakin menunjukkan pengaruhnya di Asia maupun seluruh dunia.
"Saya tidak mencalonkan diri menjadi presiden dunia," kata Trump dalam kampanye pilpres 2016.
"Saya mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat, dan itulah yang akan kita jaga."
Prashanth mengungkapkan bahwa ketika Trump mengajak Asia untuk bekerja sama maka penyelarasan visi di kawasan Asia dengan mempertimbangkan visi domestik AS dan global pada tiga pilar seperti keamanan, ekonomi dan demokrasi dan HAM adalah tantangan bagi administrasi Trump.
Baca juga:Di Balik Keputusan AS Keluar dari UNESCO
Singkatnya, kawasan Asia kerap memainkan pola saling ketergantungan dan mendapatkan keuntungan bersama dalam interaksi global, bertolak belakangan dengan slogan "America First" di bawah pemerintahan Trump.
Meski demikian bukan berarti AS akan kehilangan Asia dari daftar kerja samanya. Menurut Prashanth, kunjungan kali ini dapat menjadi kesempatan bagi Trump untuk menarik kembali perhatian Asia ke AS, asalkan mampu memastikan bahwa AS tetap fokus pada Asia dalam kebijakan luar negerinya. AS juga harus membangun kembali fondasi kekuatannya, menemukan keseimbangan dalam hubungan antara AS-Cina, menelaah kembali persepsi ancaman global seperti terorisme, dan terakhir memastikan bahwa demokrasi dan hak asasi manusia tetap berada dalam agenda.
Pendekatan ini pernah membawa Obama begitu dekat dengan Asia. Ia pun menjadi Presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Laos untuk menghadiri pertemuan puncak ASEAN dan Asia Timur serta diterima dengan hangat di Vietnam, sebuah langkah yang menandai berakhirnya embargo AS terhadap negara tersebut.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Windu Jusuf