Menuju konten utama

Tantangan Ekonomi Negara Berkembang Jadi Perkiraan Topik di IMF-WB

Thomas Trikasih Lembong memprediksi, tantangan negara berkembang dalam menghadapi gejolak ekonomi global akan menjadi materi pembahasan di IMF-WB.

Tantangan Ekonomi Negara Berkembang Jadi Perkiraan Topik di IMF-WB
Ilustrasi. Gubernur BI Perry Warjiyo bersama Ketua Dewan Komisoner OJK Wimboh Santoso, Menkes Nila Moeloek dan Menteri LHK Siti Nurbaya mengikuti rapat terbatas tentang perkembangan persiapan pertemuan tahunan International Monetary Fund-World Bank Tahun 2018 di Kantor Presiden, Selasa (26/6/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong memperkirakan tantangan negara berkembang dalam menghadapi gejolak ekonomi global akan menjadi materi pembahasan di International Monetary Fund-World Bank (IMF-WB) Annual Meetings, mendatang.

"Saya kira, prediksi saya dengan perkembangan ekonomi yang terjadi belakangan sebagai tuan rumah, Indonesia akan mengangkat topik diskusi soal tantangan yang dihadapi negara berkembang dalam pertemuan IMF World Bank," ujar Thomas di Kantor BKPM Jakarta pada Selasa (14/8/2018).

Menurutnya, IMF-WB akan menjadi peluang emas untuk Indonesia selaku tuan rumah, untuk membawa agenda kepentingan semua negara berkemabang yang sekarang dihadapi. Meliputi, tantangan dengan gejolak pasar uang, pasar modal, hingga ancaman perang dagang.

"Nanti kita tunggu ibu Menkeu (Menteri Keuangan), BI (Bank Indonesia), dan Menko Perekonomian, terobosan apa yang sebaiknya dibawah ke IMF-World Bank untuk menopang pertumbuan ekonomi di negara berkembang," ujar Thomas.

Dengan adanya globalisasi pasar uang, pasar modal, negara berkembang dapat bertahan secara berkeadilan, tidak ada negara yang terisolasi karena krisis moneter.

Saat ini, negara berkembang yang tengah mendapatkan ancaman krisis moneter akibat globalisasi pasar uang dan modal, seperti Argentina, Turki, India, Filipina, termasuk Indonesia.

Turki belum lama ini mendapatkan hantaman ekonomi dari kebijakan AS mengenai kenaikkan bea masuk baja dan alumunium dari Turki, masing-masing 50 persen dan 20 persen. Imbasnya, mata uang Lira terhadap dolar AS merosot semakin dalam di tengah harga komoditas minyak mentah yang naik.

Setelah Presiden AS Donald Trump menetapkan kebijakan menggandakan tarif impor produk baja dan aluminium asal Turki, mata uang Lira melemah terhadap dolar AS hingga 18 persen dan berada di titik terendah sejak 2001. Mata uang Lira telah melemah hingga 40 persen sepanjang tahun ini.

"Mekanisme transmisi dari dampak krisis Turki kepada Indonesia maupun negara berkembang lainnya adalah melalui pasar uang, pasar modal. Capital outflow, investor tarik modal dari negara-negara berkembang," terangnya.

Baca juga artikel terkait IMF atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo