tirto.id - Survei terbaru yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebut tingkat kepuasan publik terhadap presiden Joko Widodo saat ini masih tinggi, yakni berkisar 71 persen. Kendati demikian, LSI memprediksi angka itu bisa menurun drastis seandainya Jokowi tidak segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.
“Presiden akan mengalami beban berat [jika tidak menerbitkan Perppu] karena ada penilaian bahwa presiden tidak memperkuat KPK,” kata peneliti LSI, Khairul Umam di Hotel Erian, Menteng, Minggu (6/10/2019).
Prediksi tersebut bukan tanpa alasan. Ada sejumlah faktor kuat yang mendasarinya. Pertama, survei LSI dari waktu ke waktu menunjukkan ada keterkaitan yang kuat antara antara kepercayaan publik terhadap Jokowi dan kepercayaan publik terhadap KPK.
Angka matematis mengamini korelasi tersebut. Saat ini, menurut survei LIPI, kepuasan publik terhadap Jokowi yang menyentuh 71 persen tidak beda jauh dari tingkat kepuasan terhadap KPK yang mencapai 72 persen.
“Oleh sebab itu jika presiden tidak bertindak terhadap KPK, akan berkorelasi terhadap tingkat kepuasan publik terhadap presiden,” kata Umam.
Dasar kedua adalah rekam jejak situasi pada Juni 2015 silam, ketika survei LSI sempat menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi cuma 41 persen. “Angka paling rendah 41 persen (Juni 2015) yang saat itu juga terkait sikap presiden terhadap KPK. Oleh karena itu ini harusnya jadi pertimbangan serius bagi kawan-kawan di istana,” tandas Umam.
Seolah melengkapi dasar-dasar tersebut, LSI juga merilis survei terbaru yang menyebutkan 76,3 sampel—yang mewakili seluruh masyarakat Indonesia—berharap Jokowi segera menerbitkan Perppu untuk menggantikan revisi UU KPK.
Masih dari suvei LSI, 70,9 persen masyarakat juga beranggapan UU yang diusulkan DPR melemahkan.
“Artinya presiden punya modal cukup baik di hadapan publik. Dukungan publik itu masih ada. Mungkin karena itulah publik berharap melakukan sesuatu. Kalau publik tidak percaya, mungkin mereka tidak ingin presiden mengeluarkan Perppu,” kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan.
Hingga kini, presiden Jokowi sendiri belum menandatangani draf revisi UU yang diajukan DPR. Kendatipun demikian, jika berdasarkan aturan konstitusi, hal itu tidak akan berpengaruh banyak karena tanpa tanda tangan Jokowi pun—apabila tidak dicegah dengan Perppu atau judicial review—revisi UU ini akan tetap dianggap sah.
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino