tirto.id - Kasus pelecehan seksual oleh produser ternama Harvey Weinstein terhadap sejumlah aktris telah mengguncang jagat Hollywood baru-baru ini.
Di antara korbannya adalah Gwyneth Paltrow. Aktris yang pernah meraih Oscar atas perannya di Shakespeare in Love (1999) ini mengaku telah dilecehkan secara seksual oleh Weinstein kala bekerja sama dalam film Emma (1996).
Seperti dilansirThe New York Times, Paltrow yang saat itu masih berusia 22 tahun mengatakan sebelum syuting dimulai, ia diminta Weinstein datang ke hotel Peninsula Beverly Hills guna mendiskusikan keberlangsungan proyek Emma. Peristiwa tak diinginkan terjadi di tengah-tengah perbincangan mereka. Weinstein tiba-tiba meraba Paltrow dan mengajaknya ke tempat tidur untuk pijat.
Sontak Paltrow menolak ajakan Weinstein yang membuatnya ketakutan itu dan segera melaporkannya ke sang kekasih, Brad Pitt. Pitt langsung menggertak Weinstein. Namun Weinstein balik memperingatkan Paltrow untuk tidak membeberkan peristiwa di hotel ke khalayak.
Baca juga:Darurat Kejahatan Seksual di Kampus
Paltrow adalah satu dari sekian banyak korban Weinstein. Sederet selebritas lain turut mengisahkan pelecehan seksual yang pernah mereka terima. Bintang film Pulp Fiction Rosanna Arquette, aktris Perancis Judith Godrèche, serta pemeran Lara Croft dalam Tomb Raider Angelina Jolie menyatakan bahwa Weinstein pernah melecehkan mereka. Jolie mengatakan, pada akhir 1990an, Weinstein melecehkannya di kamar hotel. Untungnya Jolie berhasil lolos.
The New York Times kemudian membuat investigasi terkait perilaku buruk Weinstein. Hasilnya, selama lebih dari tiga dekade hingga 2015, ditemukan sederet kasus pelecehan seksual yang dilakukan Weinstein, tidak hanya kepada aktris, tetapi juga model, sutradara, jurnalis, perancang busana, dan banyak mantan karyawannya.
Pada 8 Oktober 2017, produser film Gangs of New York, The King’s Speech, dan Django Unchained tersebut akhirnya dipecat dari perusahaannya sendiri.
Menyewa Eks-Mossad untuk Melenyapkan Tuduhan
Kasus Weinstein memasuki babak baru. Dalam sebuah laporan panjang yang terbit pada 6 November lalu, The New Yorker memaparkan dugaan kuat bahwa Weinstein menyewa mata-mata untuk menghentikan pemberitaan tentang kasus pelecehan seksual yang melibatkan dirinya. Menurut dokumen yang diperoleh The New Yorker, Weinstein mempekerjakan perusahaan keamanan dan intelijen bernama Kroll serta Black Cube (yang berisi para bekas intel Mossad).
Aktris Rose McGowan yang melaporkan Weinstein atas tuduhan pemerkosaan pernah menjadi target Black Cube. Dalam operasinya, dua mata-mata Black Cube menggunakan identitas palsu. Salah satu mata-mata mengaku menjadi advokat hak perempuan. Pertemuan dimaksudkan untuk menggali informasi dari McGowan. Tercatat, sebanyak empat pertemuan diadakan antara McGowan dan agen Black Cube tersebut. Selain McGowan, agen Black Cube juga mengadakan pertemuan bersama seorang jurnalis untuk mengetahui siapa saja korban kasus Weinstein yang sedang mengadakan kontak dengan pers.
Sebagaimana termaktub dalam kontrak yang ditandatangani pihak Weinstein dan Black Cube pada Juli lalu, tujuan utama dua aksi penyelidikan tersebut adalah menghentikan segala publikasi tuduhan pelecehan seksual oleh Weinstein.
Selama setahun, Weinstein telah mengumpulkan informasi tentang puluhan orang yang disasar. Informasi yang dikumpulkan memuat profil psikologis serta riwayat seksual para target. Weinstein memantau sendiri proses investigasi itu. Ia juga menyertakan karyawan perusahaannya untuk bergabung dalam proses penyelidikan. Menurut beberapa sumber, apa yang dilakukan Weinstein kepada para target dianggap “sangat mengintimidasi.”
Upaya Weinstein dibantu pengacaranya, David Boies. Boies merupakan sosok pengacara terkenal yang pernah mewakili Al Gore dalam sengketa pemilihan presiden pada 2000. Kali ini Boies bertugas mengarahkan pergerakan Black Cube untuk mengungkap informasi guna menghentikan pelbagai pemberitaan pelecehan seksual yang menimpa Weinstein melalui firma hukumnya, Boies Schiller Flexner.
Baca juga:Kasus Pelecehan Harvey Weinstein, Sisi Gelap Dunia Hiburan
Dalam kontrak yang ditandatangani pada Juli 2017, terdapat klausul tentang bayaran Black Cube apabila sukses menjalankan misi. Black Cube akan menerima tambahan $300 ribu jika berhasil “memberikan informasi intelijen yang secara langsung berkontribusi pada upaya menghentikan pemberitaan mengenai Weinstein.”
Kontrak itu juga memuat sejumlah perihal teknis yang digunakan Black Cube dalam operasinya. Black Cube menjanjikan “tim ahli intelijen yang berdedikasi” meliputi manajer proyek, analis intelijen, serta ahli bahasa. Tak sebatas itu, terdapat juga “Operator Avatar” yang secara khusus dipekerjakan untuk menciptakan identitas palsu di media sosial serta berperan dalam rekayasa sosial. Tak ketinggalan, Black Cube menyediakan agen purna waktu dengan nama ‘Anna’ yang akan menjalankan misinya sesuai instruksi klien di New York serta Los Angeles.
Black Cube menolak berkomentar mengenai hal-hal spesifik yang melibatkannya hubungannya dengan Weinstein. Dalam sebuah pernyataan resmi, Black Cube menegaskan, “Ini adalah kebijakan kami agar tidak membahas klien bersama pihak ketiga, tidak mengkonfirmasi, maupun menolak spekulasi perihal pekerjaan kami. Black Cube mendukung banyak firma hukum terkemuka di seluruh dunia terutama di AS. Hal-hal yang kami jalankan antara lain mengumpulkan bukti untuk proses hukum, melibatkan perselisihan dagang, serta mengungkap kampanye negatif.”
Mereka menambahkan, “Black Cube menerapkan standar moral tinggi akan pekerjaan dan beroperasi sesuai hukum yurisdiksi yang ada. Kami dengan ketat mengikuti panduan dan opini hukum yang ada di samping melaksanakan semua pekerjaan “sesuai hukum dan peraturan.” Sedangkan juru bicara Weinstein, Sallie Hofmesiter menampik anggapan penggunaan mata-mata untuk melenyapkan tuduhan seraya menyebutnya sebagai “sebuah fiksi.”
Di lain sisi, Weinstein juga menjalin kerja sama dengan perusahaan keamanan bernama Kroll. Relasi mereka terjadi tatkala model asal Italia, Ambra Battilana Gutierrez melayangkan tuduhan penyerangan seksual yang dilakukan Weinstein pada 2015. Kroll lantas meminta Weinstein menyerahkan semua perangkat pribadinya agar segala rekam jejaknya dengan Battilana dapat dihapuskan.
Aksi Kroll "membantu" Weinstein tak cuma itu. Kroll juga menyelidiki para jurnalis yang kiranya menulis pemberitaan tentang Weinstein. Salah satunya adalah jurnalis New York, David Carr. Kala itu Carr sedang menggarap laporan tentang Weinstein dan mengetahui tuduhan McGowan kepada Weinstein. Melihat kondisi demikian, Weinstein lantas memerintahkan Kroll supaya menggali informasi mengenai Carr. Menurut pengakuan istri Carr, Jill Rooney, sang suami menyatakan bahwa ia sedang diawasi beberapa pihak tak dikenal. Di samping menekan para wartawan, Weinstein juga meminta wartawan lain untuk mengungkap informasi yang bisa dia gunakan untuk melemahkan para pelapor.
Kiprah Eks-Mossad: dari Perang ke Sipil
Perjumpaan Weinstein dengan Black Cube tak bisa dilepaskan dari andil mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak. Setahun lalu, Weinstein menanyakan kepada Barak apakah ada perusahaan Israel yang dapat membantunya menyelesaikan “urusan bisnis”-nya. Barak memberikan nama Black Cube.
“Barak tidak akrab dengan perusahaan tersebut [Black Cube] dan eksekutifnya. Namun, ia memberi informasi kontak Black Cube kepada Weinstein. Awalnya, Barak tidak sadar mengenai hubungan kedua belah pihak, sampai muncul fakta bahwa Weinstein telah mempekerjakan perusahaan itu untuk tujuan dan operasi,” tulis juru bicara Barak dalam pernyataan seperti dilansir The Guardian.
Black Cube didirikan oleh Avi Yanus serta Dan Zorella yang sama-sama mantan perwira intelijen militer Israel. The Guardian menganalogikan keberadaan Black Cube sebagai “perusahaan yang menyediakan jasa layaknya James Bond.” Perlahan, perusahaan Black Cube dikenal publik atas reputasinya melakukan penyelidikan dan pencarian informasi secara akurat. Sejauh ini Black Cube telah memiliki kantor di Tel Aviv, Paris, serta London.
Reputasi Black Cube bukan sekadar isapan jempol. Pada 2011, informasi yang dikumpulkan Black Cube memenangkan pengusaha properti Vincent dan Robert Tchenguiz melawan organisasi negara yang bergerak di bidang anti-korupsi di Inggris (Serious Fraud Office). Tiga tahun sebelumnya, Vincent dan Robert Tchenguiz juga diduga punya andil dalam kehancuran Kaupthing, satu di antara sekian bank yang turut memancing krisis perbankan di Islandia. Penyelidikan Black Cube mengakibatkan Kaupthing harus membayar hampir $6 juta kepada Tchenguiz bersaudara dan mengumumkan permintaan maaf secara publik.
Baca juga:Sudah 25 Wanita Mengaku Pernah Dilecehkan Harvey Weinstein
Pada 2014, perusahaan batu kuarsa Caesarstone kehilangan $53 juta saat agen Black Cube memergoki insinyur mereka melakukan tindakan bertentangan dengan hukum atas klaimnya melawan Microgil Agricultural Cooperative Society. Sedangkan untuk kasus Weinstein, agen Black Cube menyamar sebagai jurnalis dan aktivis feminis.
Anggota Black Cube yang berisikan eks-Mossad memang menjadi daya tarik tersendiri bagi para klien. Seperti kita ketahui, Mossad merupakan badan intelijen Israel yang memiliki reputasi canggih, dingin, efektif, dan disertai kemampuan teknis di atas rata-rata. Mossad didirikan pertama kali pada 1948 bersamaan dengan lahirnya Israel.
Mossad terlibat dalam operasi-operasi seperti mengorganisir pembelotan pilot Irak kala menerbangkan pesawat tempur Mikoyan-Gurevich 21, mendukung pemberontakan Kurdi Irak terhadap Baghdad, menyusup ke lingkaran pejabat tinggi Suriah, membantu kependudukan di Dataran Tinggi Golan dalam Perang Arab-Israel 1967, hingga membunuh beberapa pejabat senior Hamas.
Yossi Melman, pakar intelijen untuk surat kabar Israel Haaretz mengatakan, “Mossad bukan organisasi pembunuh atau mafia yang berorientasi untuk membalas dendam pada musuh-musuhnya. Mereka selalu memperhitungkan keseluruhan aktivitasnya. Namun ada beberapa operasi yang saking hebatnya membuat agen-agen mereka mabuk kemenangan. Hal itu mengalihkan perhatian mereka dari misi yang sebetulnya.”
Mengenai gerak-gerik eks-Mossad di jasa perusahaan keamanan yang melibatkan warga sipil, ternyata bukan sesuatu mengagetkan. Ilan Mizrachi, mantan wakil kepala Mossad mengatakan dirinya tidak melihat adanya kesalahan tatkala mantan agen intelijen bekerja untuk perusahaan sipil. “Beberapa orang yang saya kenal masuk ke pers, ada juga yang menjadi konsultan,” tuturnya. “Memang di antara profesi lainnya, beberapa bekas agen bergabung dengan perusahaan seperti Black Cube.”
Meski demikian, terdapat hal yang mengusik Mizrachi ketika mantan agen Mossad bekerja untuk kepentingan-kepentingan tertentu. “Jika memang cerita [pelecehan seksual] itu benar dan ada yang membantunya [Weinstein] untuk bebas, saya merasa terganggu. Ini bukan sesuatu yang menyenangkan."
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf