Menuju konten utama

Tanggapan Polri Soal Dua Perwira Tambahan Daftar Capim KPK & LHKPN

Polri memberikan tanggapan soal seleksi capim KPK yang juga diikuti sembilan perwira tinggi Polri dan dua tambahan perwira.

Tanggapan Polri Soal Dua Perwira Tambahan Daftar Capim KPK & LHKPN
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo. ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama.

tirto.id - Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yenti Ganarsih mengatakan, ada dua perwira Polri yang mendaftarkan diri selain sembilan kandidat kepolisian sebelumnya.

Polri lewat surat Kapolri Nomor B/722/VI/KEP/2019/SSDM bertanggal 19 Juni 2019, yang ditandatangani Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia, Irjen Eko Indra Heri menyatakan, ada sembilan perwira tinggi yang turut mendaftarkan diri.

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menanggapi hal tersebut.

“Tidak mungkin. Sesuai dengan Peraturan Kapolri tentang penugasan khusus anggota Polri, mereka harus mendapatkan izin (rekomendasi) dari institusi,” ujar dia di Mabes Polri, Selasa (2/7/2019).

Jika pendaftar tersebut tidak mendapat rekomendasi Kapolri, maka gugur secara administrasi.

“Kalau polisi aktif, tunjukkan identitas dan wajib memiliki rekomendasi dari institusi. Jika tidak bisa menunjukkan, Pansel akan menolak,” sambung Dedi.

Kesembilan nama Perwira Tinggi Polri yang mendaftar itu, lanjut Dedi, telah mendapatkan rekomendasi Kapolri dan telah selesai tes seleksi internal kepolisian. Tetapi belum ada penambahan perwira lain hingga batas waktu pendaftaran 4 Juli nanti.

“Sembilan orang itu dapat secara langsung mendaftar, kalau mereka semua mau daftar, silakan,” kata Dedi.

Selain itu, jajaran Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, dua dari sembilan perwira tinggi Polri itu belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Dua orang itu ialah Irjen Pol Antam Novambar dan Irjen Pol Dharma Pongrekun. Dedi menegaskan, semua pendaftar harus melewati tahap seleksi internal.

“Semua sudah (menyerahkan LHKPN), tidak mungkin tidak menyampaikan itu. Semua perwira tinggi minimal pernah menyerahkan LHKPN. Itu kewajiban personal,” ucapnya.

Antam dan Dharma dinilai bermasalah. Keduanya diduga terlibat dalam upaya pelemahan Komisi saat tengah menyidik dugaan korupsi yang diduga melibatkan jenderal di tubuh Korps Bhayangkara.

Antam diketahui merupakan alumnus Akpol 1985. Ia adalah kawan seangkatan Wakapolri Komjen Ari Dono Sukmanto dan Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius.

Kini, Antam tercatat sebagai Wakabareskrim Polri. Antam pernah diberitakan Tempo pada 20 Januari 2015 sebagai pati yang diduga mengancam Direktur Penyidikan KPK kala itu, yakni Kombes Endang Tarsa.

Endang disebut diminta menjadi saksi meringankan dalam perkara praperadilan Budi Gunawan atas penetapan sebagai tersangka di KPK. Antam sendiri sudah menampik kabar tersebut.

Sementara itu, Dharma, pati Bareskrim yang ditugaskan di BSSN, diketahui pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim.

Kala menjabat di posisi itu, Dharma adalah pejabat yang menandatangani surat pemanggilan untuk Novel Baswedan terkait dugaan penganiayaan berat hingga menyebabkan tewasnya pelaku pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.

Kasus dugaan penganiayaan ini mencuat kembali saat KPK menyidik dugaan korupsi terhadap Budi Gunawan. Kasus ini sebelumnya mencuat saat Novel menjadi Kepala Satuan Tugas Penyidikan dugaan korupsi pengadaan simulator R-2 dan R-4 di Korlantas Polri yang menyeret Irjen Djoko Susilo pada 2012.

Baca juga artikel terkait SELEKSI PIMPINAN KPK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno