tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Tangerang, Provinsi Banten pada Senin (12/3/2018). OTT KPK kali ini menangkap seorang panitera di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Tuti.
Menanggapi hal itu, pihak Mahkamah Agung mengaku kecolongan atas penangkapan itu. "Iya, apa namanya kecolongan berarti kan kita memegang kemudian dicolong orang sepertinya," kata Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi saat dihubungi Tirto, Senin (12/3).
Suhadi menerangkan, Mahkamah Agung sudah menerbitkan 3 peraturan Perma untuk menekan dugaan pungli dan korupsi. Pertama, Peraturan MA (Perma) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Disiplin Hakim. Kedua, Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembinaan dan Pengawasan, dan Ketiga, Perma Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan.
Mahkamah Agung pun telah mengeluarkan Keputusan MA Nomor 1 Tahun 2017 sebagai bentuk ketegasan dalam kedisiplinan. Selain itu, Mahkamah Agung juga sudah berusaha turun melakukan pembinaan ke semua pengadilan untuk hakim dan staf pengadilan.
Suhadi mengaku pihaknya belum menentukan sikap terhadap Ketua Pengadilan Negerang Tangerang setelah penangkapan Tuti. Dalam setiap kali OTT, pihak Mahkamah Agung selalu memberhentikan sementara ketua pengadilan selaku pemimpin staf.
Suhadi tidak memungkiri nasib Ketua Pengadilan Tangerang akan seperti sejumlah ketua pengadilan lain yakni Ketua Pengadilan Bengkulu Kaswanto. Kala itu, Kaswanto diberhentikan sementara lantaran Dewi Suryana, salah satu mantan hakim Tipikor Bengkulu ditangkap KPK.
"Nah ini nanti kerjanya bawas itu akan meneliti," kata Suhadi.
Meskipun belum menentukan sikap, Mereka pun sudah mendapat jawaban dari ketua pengadilan terkait penangkapan Tuti.
"Saya sudah kontak. Tadi sudah terima informasinya bahkan yang ketua pengadilan negerinya sudah melapor kepada ketua muda atau ketua kamar pengawasan," kata Suhadi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto