Menuju konten utama

Tanggapan JK Soal Putusan Praperadilan Kasus Century dan Boediono

Hakim PN Jaksel memerintahkan KPK menetapkan mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono sebagai tersangka.

Tanggapan JK Soal Putusan Praperadilan Kasus Century dan Boediono
Mantan Wapres Boediono usai diperiksa KPK, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta pukul 15.40 WIB, Kamis (28/12/2017). tirto.id/Andrian Pratama Taher

tirto.id - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menganggap aneh keputusan praperadilan mengenai penghentian penyidikan peran mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dalam kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan bailout Bank Century.

Menurut JK, keputusan itu berbeda dari hasil sidang praperadilan pada umumnya. Dalam putusannya, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Boediono sebagai tersangka. Selain pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Boediono juga dikenal sebagai Wakil Presiden Kabinet Indonesia Bersatu jilid II pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain Boediono, Hakim PN Jaksel juga memerintahkan KPK menetapkan mantan Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad, dan mantan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan Raden Pardede sebagai tersangka.

"Bagi saya aneh juga itu. Jarang ada keputusan seperti itu. Biasanya praperadilan itu ada perkara yang sedang berlangsung kemudian dipraperadilankan. Ini perkaranya sudah, katakanlah, putus kok yang diperkarakan ini bagaimana," ujar JK di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (11/4/2018).

Salah satu pertimbangan Hakim Effendi Muchtar mengeluarkan putusan itu karena pengadilan ingin KPK adil dan melanjutkan pemeriksaan serta penuntutan, agar perkara Bank Century tuntas.

Menurutnya, KPK harus memproses nama-nama yang terdapat dalam dakwaan kasus dengan terdakwa Budi Mulia.

"Ini bagi saya bukan ahli hukum tapi tidak jelaslah, berbeda dari yang biasanya. Mudah-mudahan sih tentu ini semua harus kita hormati hukum tapi harus jelas kenapa terjadi keputusan demikian," ujar JK.

Dalam surat dakwaan primer terhadap Budi Mulya, nama Boediono disebut 44 kali. Ia diduga terlibat dalam penetapan status Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang harus menerima kucuran dana FPJP dan talangan.

Sebelum FPJP dikucurkan, Bank Indonesia yang kala itu dipimpin Boediono mengubah Peraturan BI Nomor 10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008.

Beleid itu mensyaratkan bank umum yang hendak mengajukan permohonan FPJP wajib memiliki capital adequacy ratio (CAR), atau rasio kewajiban modal, minimum 8 persen. CAR Bank Century per September 2008 hanya 2,35 persen.

BI kemudian mengubah aturan itu dengan PBI Nomor 10/30/PBI/2008 yang menjadikan syarat pengajuan permohonan FPJP menjadi 'CAR positif'.

"Perubahan PBI itu harus ditandatangani Gubernur BI,” kata Budi Mulia usai menjalani persidangan, 9 Mei 2014 lalu.

Perubahan PBI ini menjadi pintu masuk pemberian FPJP. Dalam surat dakwaan Budi Mulya, perubahan PBI menjadi pintu masalah dalam kasus ini.

Baca juga artikel terkait KORUPSI CENTURY atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto