tirto.id - Dekan Fakultas Peternakan UGM, Profesor Ali Agus angkat bicara mengenai pembatalan seminar yang akan diisi oleh Sudirman Said dan Ferry Mursyidan Baldan di Auditorium Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Jumat (12/10) kemarin.
Menurut Ali, pembatalan seminar itu lantaran tidak memiliki izin sesuai prosedur. Surat izin resmi yang disampaikan kepada pihak Dekan dinilai terlalu mepet dengan acara.
"Surat diajukan dua hari sebelumnya jadi waktunya pendek sekali," kata dia saat dihubungi Tirto, Jumat (12/10) malam.
Ia mengakui bahwa sebelumnya memang sudah ada izin secara lisan dari salah seorang mahasiswa peternakan, melalui Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM). Karena pihak dekan mengira acara yang diselenggarakan merupakan acara internal, maka izin langsung diberikan oleh petugas administrasi.
Ali juga mengakui tidak ada komunikasi lebih lanjut terkait acara tersebut. Namun, Ali terkejut saat banyak orang bertanya-tanya kepadanya saat poster seminar bertemakan "Kepemimpinan Era Milenial" itu beredar di kampus.
Dalam poster yang disebar, acara tersebut diselenggarakan oleh Leader of Change Association, Wisma Shorea, dan Rumah Joglo. "Kami tahunya itu diselenggarakan oleh internal. Kalau internal silakan, tapi kalau pihak dari luar untuk meminjam ruang dan sebagainya itu harus mengirim surat kepada Dekan sesuai dengan regulasi. Dan biasanya penggunaan ruang kita diprioritaskan untuk kegiatan tridarma pendidikan, penelitian atau pengajaran," katanya.
Izin yang Terlalu Mendadak dan Faktor Keamanan
Salah satu faktor pembatalan seminar tersebut, kata Ali, karena izin yang diajukan penyelenggara terlalu mendadak. "Ibaratnya saya punya rumah tapi ada kegiatan di rumah kok saya tidak tahu, kan aneh ini. Saya tidak tahu kegiatannya apa, untuk apa dan sebagainya. Dan itu waktunya pendek sekali perizinannya. Kalau kegiatan kemahasiswaan biasanya waktu perencanaanya lama," ujarnya.
Ali menilai acara seminar ini adalah kegiatan yang besar dan bakal diikuti banyak orang. Oleh karena itu faktor keamanan juga menjadi pertimbangan.
"Nah ini kegiatannya besar diikuti banyak orang, kok kami enggak tahu ya langsung kami pelajari. Kemudian dari pada nanti menjadi polemik, ya sudah lah karena ini kegiatan yang bukan diselenggarakan oleh BEM, maka paling aman ya tidak diisi," ungkap Ali.
Kendati demikian, Ali membantah apabila persoalan izin tersebut dinilai sebagai upaya membatasi kebebasan mimbar akademik.
"Ya kalau mau kebebasan akademik, kampus itu kan tempat netral independen. Saya bilang ke mahasiswa, kamu kalau diskusi sama saya sebelumnya akan saya izinkan. Misalnya kalau untuk pendidikan politik di awal, menurut saya malah tidak apa-apa," kata dia.
Namun, kata dia, syarat untuk melakukan pendidikan politik jelang Pilihan Presiden (Pilpres) 2019, harus dilakukan adil tanpa tendensi. Yakni dengan mengundang dua kontestan Pilpres.
"Kita ini kan tempat akademik tidak boleh terlalu tendensius. Akademik itu harus netral. Adademik itu mengedepankan nilai-nilai kejujuran," ujar Ali.
Sehingga, menurutnya, pembatalan tersebut bukan karena Sudirman dan Ferry adalah Tim Kampanye Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres. Tetapi ia memberlakukan aturan kepada semuanya, termasuk pihak Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Ancaman Saksi Kepada Mahasiswa yang Menyelenggarakan Seminar
Ali tak menampik adanya ancaman sanksi yang diberikan kepada mahasiswa yang hendak menyelenggarakan seminar itu. "Kenapa mungkin sampai Sekretaris Prodi [bilang] nanti kamu begini-begini seolah-olah diancam DO [drop out] dan sebagainya. Karena kami itu punya nilai akademik yang harus diamalkan," katanya.
Nilai akademik yang dimaksud adalah sapta pesona diri. Isinya adalah mendidik untuk para mahasiswa jujur, disiplin, tanggungjawab, berpikir kritis, semangat, santun dan berkarya nyata.
"Jadi kalau ada mahasiswa kalau tidak jujur, mencontek, atau memalsu tanda tangan misalnya langsung kami turunkan nilainya," kata Ali.
"Saya belum ketemu ketua panitianya. Nanti saya akan pelajari apakah dia juga termasuk melanggar etika [sapat pesona diri] itu atau tidak," timpalnya lagi.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Alexander Haryanto