tirto.id -
Sandiaga Uno bersikukuh tak akan mengunggah video rapat pimpinan di jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke YouTube meski hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) No 159 Tahun 2016. Wakil Gubernur DKI Jakarta ini beralasan tanpa mengunggah video rapat ke Youtube masyarakat bisa tetap mengakses rapat-rapat yang digelar Pemprov DKI Jakarta.
"Kalau masalahnya adalah transparansi silahkan telusuri. Kami open kimono kok, enggak ada masalah. Problem tentang akuntabilitas enggak ada masalah sama sekali," kata Sandi di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2017).
Open kimoni merupakan sebuah istilah ungkapan yang berarti berbagi informasi penting secara bebas. Sandi mengatakan masyarakat yang ingin mengetahui jalannya rapat Pemprov DKI Jakarta bisa mengajukan surat ke Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik DKI Jakarta Dian Ekowati. Dia memastikan masyarakat tidak akan mengalami kesulitan. "Jadi itu saya sudah berulang kali nih, dan ini kali terakhir ya saya ngomong. Jadi daripada kita bicarakan, tulis surat kepada Bu Dian bisa full acces," ujarnya.
Menurut Sandi pengunggahan video rapat ke YouTube lebih banyak disalahgunakan dan justru menjadi media saling ejek antara pendukungnya dan pendukung mantan gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Jika hal ini dibiarkan, kata dia, maka suasana di Jakarta tidak akan pernah kondusif. "Pokoknya saya akan pasang badan saya ini untuk kerukunan warga," katanya.
Baca juga:
Adanya unggahan video rapat ke media publik justru membuat masyarakat bisa mengawasi kinerja Pemprov DKI dalam menentukan kebijakan. Apalagi keterlibatan warga merupakan hal yang penting untuk mengontrol setiap kebijakan yang Pemerintah rumuskan.
“Ini enggak sesuai dengan ucapannya pak wakil gubernur terutama yang selalu bilang transparan,” kata Firdaus kepada Tirto.
Firdaus tak sependapat dengan alasan Sandi yang menyebut tidak ingin ada perpecahan karena soal video yang diunggah ke publik. Firdaus menilai alasan itu tidak bisa dijadikan pembenaran untuk menghilangkan kebiasaan baik, sebaliknya Pemprov DKI harus mampu menjaga polemik soal kebijakan tetap pada substansi persoalan. “Dengan teknologi mereka [masyarakat] bisa mengikuti dan mencermati. Perdebatan dalam pengambilan kebijakan itu kan hal yang wajar. Itu yang seharusnya diarahkan oleh Pemprov, perdebatan pada garisnya. Bukan karena alasan meme-meme itu," ujarnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Jay Akbar