tirto.id - Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno menghentikan kebijakan mengunggah video saat Rapat Pimpinan Pemerintah Provinsi DKI ke media seperti YouTube. Kebiasaan mengunggah video sudah ada sejak Basuki Tjahaja Purnama jadi gubernur. Keputusan Anies-Sandi menuai reaksi dari pegiat antikorupsi karena dianggap tidak transparan.
Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menilai kebijakan Anies-Sandi kontraproduktif dengan apa yang selalu diungkapkan keduanya yakni mengedepankan partisipasi publik serta akuntabilitas dan transparansi pemerintahan.
Adanya unggahan video rapat ke media publik justru membuat masyarakat bisa mengawasi kinerja Pemprov DKI dalam menentukan kebijakan. “Ini enggak sesuai dengan ucapannya pak wakil gubernur terutama yang selalu bilang transparan,” kata Firdaus kepada Tirto, Senin (11/12/2017).
Firdaus menjelaskan keterlibatan warga merupakan hal penting guna menjamin perumusan hingga implementasi kebijakan yang sesuai. Warga menjadi pengontrol dalam setiap kebijakan yang mereka rumuskan.
Ia tak sependapat dengan alasan Sandiaga yang menyebut tidak ingin ada perpecahan karena soal video yang diunggah ke publik. Firdaus menilai alasan itu tidak bisa dijadikan pembenaran untuk menghilangkan kebiasaan baik, sebaliknya Pemprov DKI harus mampu menjaga polemik soal kebijakan tetap pada substansi persoalan.
“Dengan teknologi mereka [masyarakat] bisa mengikuti dan mencermati. Perdebatan dalam pengambilan kebijakan itu kan hal yang wajar. Itu yang seharusnya diarahkan oleh Pemprov, perdebatan pada garisnya. Bukan karena alasan meme-meme itu," ujarnya.
Kebijakan tidak mengunggah video ini sudah berlangsung sejak Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik sebagai Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menurut Sandiaga alasan video rapat sudah jarang diunggah ke YouTube lantaran kolom komentar dalam setiap unggahan video rapat kerap memicu perdebatan di antara masyarakat.
Sering kali, kata Sandi, komentar tersebut menyulut perpecahan di antara masyarakat Jakarta yang mendukung Anies-Sandi dengan Basuki-Djarot saat pilkada lalu.
"Untuk (video Rapim) pertama, kami melihat banyak sekali yang bilang itu gubernur gue santun, ada yang bilang apalah ini enggak tegas. Akhirnya jadi pemicu saling serang-menyerang saling olok-mengolok. Nah ini enggak kondusif," ujar Sandi.
Kebijakan ini bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) No 159 Tahun 2016 tentang Penayangan Rapat Pimpinan dan Rapat Kedinasan Pengambilan Keputusan Terkait Pelaksanaan Kebijakan Pada Media Berbagi Video.
Pergub tersebut ditetapkan mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 16 Agustus 2016 dan diundangkan dua hari setelahnya, 19 Agustus 2016. Dalam konsideran peraturan tersebut, salah satunya tertulis: bahwa dalam mendukung keterbukaan informasi publik, perlu dilakukan penayangan hasil pendokumentasian berbentuk audio visual atas kegiatan rapat pimpinan dan rapat kedinasan pengambilan keputusan terkait pelaksanaan kebijakan pada media berbagi video.
Sementara, peraturan mengunggah video ke YouTube sendiri tercantum dalam Pasal 3 yakni, ruang lingkup penayangan video dokumentasi pada media berbagi video meliputi beberapa rapat, antara lain: rapat pimpinan dan rapat kedinasan yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan atas pelaksanaan kebijakan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Terpisah, Direktur Center for Budgeting Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai Anies-Sandi mulai menutup diri dari masyarakat, padahal langkah pemerintah sebelumnya untuk membuka rapat-rapat Pemprov ke YouTube telah menjadi role model bagi pemerintahan daerah lain dalam menjalankan pemerintahan yang transparan.
“Ini memperlihatkan Anies-Sandi menutup diri. Saya kira ini sebuah kemunduran,” ucap Uchok kepada Tirto.
Uchok bilang, Anies-Sandi ingin berbeda dari Ahok-Djarot. Keinginan itu nyatanya malah membuat Anies-Sandi terjebak dengan kebijakan-kebijakan yang tak seiringan dengan semangat keterbukaan.
Uchok menyarankan Anies-Sandi tetap mempertahankan warisan kebijakan yang bagus dari pemerintahan sebelumnya. Ia pun meminta Anies-Sandi untuk tak mencari-cari alasan buat menghilangkan kebiasan baik ini dan lebih berani menghadapi konsekuensi yang akan terjadi di masyarakat.
"Kalau video-video itu tidak diunggah ke YouTube, enggak akan ada itu ramai-ramai video Ahok di kepulauan seribu," kata Uchok menegaskan.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih