tirto.id - Guru Honorer di SMPN 84 Koja, Jakarta Utara, Sugianti (43), menggugat pemerintah sebesar Rp5 miliar lantaran tak kunjung diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sejak dinyatakan lulus tes CPNS pada Februari 2014 silam.
Perkara perdata itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor 1916/SK/PENGA/Inadt/2019/PN.Jaktim.Tim.
Kuasa hukum Sugianti, Pitra Romadoni Nasution, mengatakan, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo jadi salah satu tergugat dalam perkara perdata tersebut.
"Selain Menteri PANRB , klien kami juga menggugat Kepala Badan Kepegawaian Nasional V, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta," katanya seperti dilansir Antara, Senin (28/10/2019).
Gugatan sebesar Rp5 miliar tersebut, ungkap Pitra, dihitung berdasarkan kerugian materi yang diderita kliennya selama belum diangkat menjadi PNS.
Sejak 2014 hingga sekarang, total gaji dan tunjangan sebagai PNS yang seharusnya Rp9 juta per bulan tidak pernah diterima. "Kita kalikan sampai dengan sekarang ini sudah mencapai 60 bulan. 60 bulan itu kali Rp9 juta sudah hampir mencapai Rp600 sekian juta," ucapnya.
Ada pula kerugian lain yang muncul lantaran Sugianti harus berutang ke berbagai pihak demi menutupi kehidupan rumah tangganya. Mengingat, langkah hukum yang ditempuh Sugianti untuk memperjuangkan haknya cukup panjang.
Empat Tahun Tempuh Jalur Hukum
Pitramenuturkan, nama kliennya sebagai CPNS mendadak hilang saat pemberkasan dilakukan Dinas Pendidikan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat pada 2015. Saat itu, upaya hukum dilakukan dengan melayangkan gugatan ke PTUN dengan tergugat Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Mulai dari gugatan pertama, banding, hingga kasasi semuanya dimenangkan oleh Sugianti. Pada 27 Maret 2018, PTUN mengeluarkan putusan inkrah dan memerintahkan Pemprov DKI melanjutkan proses pengangkatan Sugianti menjadi PNS.
Namun sampai hari ini, Sugianti masih berstatus sebagai guru honorer. "Tolong diingat, dia mencari utangan untuk berjuang ini, berjuang dengan utang ke sana ke sini agar bisa sidang PTUN Desember 2016, agar bisa memperjuangkan haknya," jelasnya.
Lantaran itu lah, menurut Pitra, kerugian yang ia beberkan belum termasuk beban pikiran dan psikologis dari keluarganya selama Sugianti mengalami intimidasi. "Karena kemarin juga, saya dapat kabar klien saya ini diintimidasi seperti itu. Sehingga menggugat beban moril dan materil itu sebesar Rp5 miliar," ujarnya.
Sementara itu, Sugianti mengaku telah berprofesi selama lima tahun sebagai guru honorer di SMPN 84 Koja dan menerima gaji berkisar pada Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2019 sebesar Rp3,9 juta per bulan.
Guru miskin salah satu sekolah negeri di Jakarta Utara, Sugianti (43), berharap gaji dan tunjangannya berkisar Rp14 juta per bulan bisa segera dipenuhi oleh pemerintah.
"Tujuan saya melakukan gugatan hukum cuma supaya saya bisa diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)," kata Sugianti kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Sejak lolos seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi 2013/2014, Sugianti seharusnya sudah diangkat sebagai calon PNS pada Februari 2014.
"Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 56 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Honorer dari jalur kategori II, aturan di situ minimal sudah bekerja satu tahun di instansi pemerintah," sebut Sugianti.
Sugianti hingga kini sudah lima tahun berprofesi sebagai guru honorer di SMPN 84 Koja, Jakarta Utara, namun belum diangkat menjadi PNS.
Besaran gaji yang diterimanya hingga kini berkisar pada Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2019 sebesar Rp3,9 juta per bulan.
Sementara empat rekan lainnya yang sama-sama lolos seleksi telah menerima besaran gaji plus tunjangan total berkisar Rp13 juta hingga Rp14 juta per bulan.
"Empat rekan saya yang sudah lebih dulu diangkat ke golongan 3A bisa sampai Rp13 juta sampai Rp14 juta per bulan," keluhnya.
Besaran pendapatan guru PNS di Jakarta itu dihitung berdasarkan UMP Rp3,9 juta, lalu tunjangan Rp6 juta hingga Rp7 juta serta sertifikasi senilai 1 kali gaji pokok.
Sugianti menyebutkan, alasan dirinya belum juga diangkat sebagai PNS di DKI Jakarta karena namanya hilang dari sistem saat pemberkasan dilakukan Dinas Pendidikan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat pada 2015.
Diwawancarai terpisah, Kepala Biro Humas BKN Mohamad Ridwan mengklarifikasi kasus guru honorer, Sugianti, yang tak kunjung diangkat menjadi PNS.
"Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 mengamanatkan bahwa proses pemberkasan Tenaga Honorer Kategori 2 berakhir pada 30 November 2014," ucapnya, kemarin.
Setelah tenggat waktu tersebut, kata Ridwan, BKN tidak dapat memproses pemberkasan pengangkatan Sugianti karena tidak ada payung hukum yang mengatur tentang hal itu.
BKN justru melempar masalah tersebut ke Pemprov DKI Jakarta yang melakukan pemberkasan terkait pengangkatan Sugianti.
Sebab, hingga batas waktu yang ditetapkan, BKN tidak menerima pengajuan berkas atas nama Sugiarti guru honorer di SMPN 84 Koja, Jakarta Timur.
"Kalau tidak keliru, berkas yang bersangkutan (Sugianti) tidak masuk ke BKN. Bagaimana mungkin kami akan menindaklanjuti," tuturnya.
Penulis: Hendra Friana