tirto.id - Suryadharma Ali (SDA) mengirimkan surat ke forum Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IV Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Salah satu poin dalam surat tersebut menyatakan bahwa SDA masih memegang tampuk kepemimpinan selaku Ketua Umum PPP hasil Muktamar Bandung tahun 2011 silam.
Surat tersebut ditulis oleh SDA dari balik jeruji besi dan dititipkan kepada Wakil Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Jakarta, Epriyadi Asda. Namun, saat Epriyadi Asda tiba di lokasi Mukernas PPP di Ancol, Jakarta, pada Kamis (25/2/2016), forum telah ditutup.
Poin kedua, SDA menghimbau agar dibentuk Majelis Islah sebagai badan untuk merumuskan penyelenggaraan Muktamar Islah demi menyatukan dua kubu yang sedang berselisih, yaitu kepengurusan hasil Muktamar Jakarta pimpinan Dzan Farid dan kepengurusan hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy alias Romi.
“Maka atas dasar itu, untuk mencapai islah sesungguhnya dan seadil-adilnya kami akan membentuk Majelis Islah PPP," tandas Epriyadi Asda.
Namun, karena surat Suryadharma Ali itu datangnya telat, isinya pun bertentangan dengan hasil Mukernas yang sudah dirumuskan, yaitu menetapkan Emron Pangkapi sebagai Wakil Ketua Umum yang melaksanakan tugas dan wewenang sebagai Ketua Umum PPP karena SDA masih berada di tahanan.
Pada 23 Mei 2014, Suryadharma Ali ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana haji yang terjadi pada periode 2010-2011 dan 2012-2013.
Saat itu, SDA masih menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia sebelum akhirnya mengundurkan diri pada 26 Mei 2014 namun tetap mempertahankan jabatannya sebagai Ketua Umum PPP meskipun pada akhirnya partai berlambang Ka’bah itu terpecah menjadi dua kubu.