Menuju konten utama

Suka Makan Daging Mentah? Waspada Risiko Infeksi Cacing Pita

Gejalanya mirip sakit perut biasa.

Suka Makan Daging Mentah? Waspada Risiko Infeksi Cacing Pita
Ilustrasi masalah pencernaan. Getty Image/iStockphoto

tirto.id - Suka makan sushi, atau daging-dagingan setengah matang? Jika iya, Anda perlu berhati-hati dengan risiko infeksi cacing pita. Jika menginfeksi manusia, cacing pita bisa tumbuh mencapai 30 kaki atau sekitar sembilan meter. Meski tak menyebabkan kematian, cacing yang tumbuh di perut manusia ini bisa mengambil beragam nutrisi tubuh.

Infeksi cacing pita pada manusia lazimnya terjadi di wilayah dengan tingkat kebersihan minim. Misalnya saja yang baru-baru ditemukan di Desa Nagari Dolok, Silau Kahean, Simalungun, Sumut, Kamis (21/9) lalu. Seorang warganya menderita taeniasis, yakni penyakit parasit akibat cacing pita. Dalam fesesnya, ditemukan cacing pita sepanjang 2,8 meter.

Baca juga:Cacing Hati Bisa Menular Terhadap Manusia

Taeniasis merupakan penyakit parasiter akibat cacing pita genus Taenia yang menular dari hewan ke manusia, dan sebaliknya. Taeniasis pada manusia disebabkan spesies Taenia solium atau cacing pita babi dan Taenia saginata yang dikenal juga sebagai cacing pita sapi.

Manusia dapat terinfeksi Taeniasis apabila memakan daging sapi atau daging babi yang mengandung larva (sistiserkus). Larva berhasil hidup dan tumbuh di rongga usus halus akibat dimasak kurang matang.

Gejala umum ketika terinfeksi cacing pita adalah perut tidak nyaman, mual, feses cair, dan penurunan berat badan. Dalam banyak kasus, gejala yang timbul tak jauh berbeda dibanding sakit perut pada umumnya, sehingga seringkali diabaikan.

Selain sebabkan gangguan usus, cacing pita dewasa juga merebut vitamin B-12 dan nutrisi lain dari tubuh, sehingga orang yang terinfeksi bisa kurang gizi. Kadang, ia juga bersarang di sistem saraf dan menyebabkan gangguan otak atau sistem saraf. Pada kasus yang parah, penderitanya bisa mengalami serangan epilepsi.

Baca juga:Epilepsi Bukan Penyakit Kutukan

Cacing pita banyak ditemukan di negara-negara berkembang. Di Meksiko, dari 68.754 sampel serum manusia, sebanyak 0,06-2,97 persennya positif terkena sistiserkosis, larva dari cacing pita. Di berbagai negara di Amerika Latin ditemukan prevalensi antara 0,1- 8,7 persen, sedangkan prevalensi di Asia dan Afrika berkisar antara 0,05-10,4 persen.

Khusus di Indonesia, prevalensinya mencapai 1,0-42,7 persen, dan paling banyak berada di Sumatera Utara, Bali, dan Papua. Jumlah kasus tertinggi diidap oleh laki-laki antara umur 30-40 tahun, karena laki-laki sering menikmati daging mentah sambil minum tuak.

“Taeniasis sering dianggap sepele karena memang tidak menyebabkan kematian,” kata dr Umar Zein, ahli Penyakit Tropik dan Infeksi.

Baca juga:Cacing Sonari Raksasa yang Jadi Sumber Obat

Infografik cacing pita

Dianggap Tak Bahaya

Prevalensi infeksi cacing pita di Indonesia paling banyak berada di wilayah Papua. Salah satu faktornya adalah tradisi memasak menggunakan “batu panas” yang membuat masakan kurang matang. Sebaiknya, untuk menghindari infeksi cacing pita, daging harus dimasak dengan suhu di atas 56°C.

Membekukan daging sebelum memasaknya juga dapat mengurangi risiko penularan penyakit. Karena daging yang direbus dan dibekukan pada suhu -20°C dapat membunuh sistiserkus. Pada suhu 0-20°C, sistiserkus bisa hidup hingga 2 bulan, sedangkan pada suhu ruang akan tahan selama 26 hari.

Pengobatan Taeniasis pada hewan bisa dilakukan dengan pemberian obat cacing praziquantel, niclosamide, buclosamide, atau mebendazole. Secara tradisional, biji labu juga dapat digunakan sebagai obat cacing pita dengan dosis 800 biji segar, ditumbuk dengan air, dijadikan emulsi, dan diminum sekaligus.

Sayangnya, karena sering dianggap tak berbahaya dan mudah diobati, segelintir orang malah menyalahgunakan cacing ini sebagai obat diet. Mereka sengaja menelan pil berisi cacing pita dan membiarkan cacing tumbuh dalam usus untuk memakan nutrisi di sana. Setelah berat badan yang diinginkan tercapai, mereka akan menelan pil antiparasit dengan tujuan untuk mematikan cacing.

Ironisnya, penggunaan cacing pita sebagai obat diet sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Padahal, praktik ini telah dilarang FDA Amerika Serikat. Hingga kini, produk diet cacing pita masih bisa diperoleh melalui penjualan online. Diet ini populer dilakukan oleh para model dan perempuan terutama di wilayah Amerika dan Meksiko.

Baca juga:Diet Keto, Tren Baru Melangsingkan Badan

Baca juga artikel terkait CACINGAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani