Menuju konten utama

Suhu Terpanas di Mekkah dan Efek Panas Bagi Tubuh

Masa puncak kegiatan ibadah haji tahun ini bertepatan dengan puncak suhu terpanas di Kota Mekkah.

Suhu Terpanas di Mekkah dan Efek Panas Bagi Tubuh
Lanskap kota Mekkah dan Masjidil Haram. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - "...Bukit-bukit kelihatan seakan-akan menyala oleh hebatnya panas matahari, yang memberi warna kepada merah pudar."

Potongan cerita yang dituturkan Dja Endar Moeda dalam tulisannya yang berjudul "Perjalanan ke Tanah Suci" dalam Naik Haji di Masa Silam (1900-1950) memberi gambaran sejak lampau kawasan semenanjung Arab termasuk kota-kota di dalamnya adalah lingkungan paling ganas sebagai salah satu kawasan dengan suhu udara yang terpanas di Bumi.

Salah satu kota itu adalah Mekkah. Saat musim panas, suhu dapat mencapai lebih dari 40 derajat celsius setiap harinya. Menurut catatan Jeddah Regional Climate Center, rekor hari terpanas di Mekkah bisa sampai dengan 49,8 derajat celsius. Rekor suhu di atas 49 derajat biasanya terjadi di antara Mei-September, sebuah periode yang bertepatan dengan berlangsungnya agenda ibadah haji 2017. Mekkah masuk dalam daftar kota terpanas di Asia.

Puncak ibadah haji dimulai 30 Agustus 2017 saat berlangsungnya agenda Armina (Arofah, Mudzdalifah dan Mina). Di saat bersamaan merupakan masa puncak suhu terpanas di Mekkah, sehingga menjadi tantangan bagi para jemaah terutama menyangkut soal kesehatan.

"Mengingat suhu di Mekkah sekitar 50 derajat celsius maka semua calon haji Bojonegoro harus menjaga stamina fisik, terutama calon haji risiko tinggi (usia di atas 60 tahun)," kata Kepala Kantor Kemenag Bojonegoro A. Munir dikutip dari Antara.

Baca juga: Menanti Haji Hingga Mati

Kondisi fisik dan psikis yang sehat sangat diperlukan selama wukuf di Padang Arafah, mabid di Mudzdalifah, melontar jumrah di Mina dan thawaf ifadhah di Masjidil Haram. Alasannya sederhana, kondisi tubuh yang sehat akan membantu beradaptasi dengan cuaca panas di lapangan.

Rata-rata suhu tubuh manusia normal adalah berkisar antara 36,5 sampai 37,5°C. Tubuh dapat mentoleransi perubahan suhu yang terjadi di lingkungan karena memiliki kemampuan untuk mengontrol suhu tubuh. Untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan tersebut tubuh mempunyai pusat pengatur tubuh berupa hipotalamus. Pengaturan ini penting untuk menjaga dan mempertahankan metabolisme dan ketahanan tubuh seseorang.

“Hampir semua keberlangsungan mekanisme fisiologis tubuh seperti fungsi sistem saraf, sangat bergantung pada suhu tubuh. Peningkatan atau penurunan suhu tubuh yang tidak normal merupakan bencana bagi organisme tersebut. Bahkan, heat stroke dan kerusakan otak permanen dapat terjadi jika suhu tubuh tidak dapat segera dikontrol ke posisi normal,” kata Ali Satia Graha, Dosen di Universitas Negeri Yogyakarta, dalam penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Olahraga Prestasi.

T. K. Dutta, dokter dari The Association of Physicians of India menjelaskan bahwa heat stroke merupakan kegagalan dari hipotalamus sebagai pusat pengontrolan suhu dalam menghadirkan suatu keadaan darurat medis utama. Hal tersebut terutama disebabkan oleh kegagalan pusat pengaturan keringat di dalam hipotalamus, yang kemudian mengakibatkan peningkatan suhu tubuh yang sangat besar, dalam kaitan dengan ketiadaan pendingin melalui penguapan.

Kondisi ini ditandai oleh temperatur inti tubuh yang tinggi (>40,6°C), kulit panas, kering, dan keadaan pingsan atau kebingungan ekstrim. Komplikasi dari heat stroke meliputi, pingsan, tekanan pada sistem saraf pusat, kelainan fungsi tubuh mata gelap, disfungsi ginjal, myoglobinuria, pembekuan/pengentalan darah lemah, kerusakan pada, muntah-muntah, dan diare.

Baca juga: Equinox, Suhu Udara di Indonesia Masih Batas Normal

Infografik Panasnya mekkah

Heat stroke dan kegagalan hipotalamus dalam menyesuaikan suhu tersebut salah satunya disebabkan oleh cuaca lingkungan yang meningkat tinggi dan berlangsung terus menerus. Mike McGeehin, direktur CDC's Environmental Hazards and Health Effects Program di Scientific American, sebuah media yang banyak membahas mengenai kesehatan, pengobatan dan life sciences, menganalogikan heat stroke dengan penggunaan kendaraan bermotor.

“Analoginya adalah ketika Anda mengendarai mobil. Ketika lampu suhu menyala, yang akan terjadi adalah sistem pendingin mobil menjadi kewalahan. Jika Anda mematikan mobil dan membiarkannya dingin, tentu mobil akan kembali normal dan Anda bisa mulai mengemudi lagi. Tapi jika Anda terus mengemudikan mobil tanpa mengistirahatkannya, mobil tentu akan rusak,” jelas McGeehin

Konsekuensi lain yang terjadi bila seseorang melakukan aktivitas fisik di tempat bersuhu panas adalah berupa heat cramps dan heat syncope. Roberta A Robergs, penulis buku Exercise Physiologi: exercise, performance, and clinical applications, menyebutkan bahwa heat cramps terjadi karena adanya perubahan di selaput otot yang diakibatkan oleh pengeringan dan kehabisan garam. Hal ini terjadi pada orang-orang yang menjalankan aktivitas dan mengeluarkan banyak keringat. Sementara itu, heat syncope ditandai oleh suatu kelemahan umum dan kelelahan, tekanan darah rendah, penglihatan yang kabur, muka pucat (kepucatan), berkurangnya kesadaran, dan peningkatan tubuh

McGeehin juga mengatakan bahwa salah satu tindakan yang dapat meredakan heat stroke, heat cramps maupun heat syncope adalah berlindung dari panas lingkungan sekitar, berdiam diri di rumah ketika siang hari, dan menurunkan panas dengan perangkat mesin pendingin ruangan. Anjuran semacam ini pernah dikampanyekan oleh pemerintah daerah di seluruh India atas tragedi heatwave atau gelombang panas, dua tahun lalu yang melanda India.

Kampanye tersebut meminta orang-orang untuk tinggal di dalam rumah antara pukul 13.00 sampai 16.00 dan menasihati mereka untuk mengenakan topi bertepi lebar dan pakaian katun berwarna terang, menggunakan payung dan banyak meminum cairan. Sayangnya, kampanye itu tidak efektif, sehingga lebih dari 1.000 orang tewas di daerah Andhra Pradesh, India karena suhu yang terlalu panas—sekitar 45 derajat celsius pada 2015 lalu.

Ini membuktikan bahwa suhu lingkungan yang sangat tinggi tak hanya berisiko pada kesehatan tapi juga mematikan bagi manusia. Centers for Disease Control and Prevention turut menyampaikan beberapa cara yang bisa dilakukan saat udara terlalu panas, yaitu dengan menjaga tubuh dari dehidrasi. Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada jumlah yang masuk. Dampaknya, keseimbangan gula-garam tubuh terganggu dan tubuh tidak dapat menjalankan fungsi normalnya. Kandungan air di dalam tubuh manusia yang sehat adalah sebanyak lebih dari 60 persen total berat badan

Baca juga: Jangan Sampai Kurang Minum ketika Menyetir Saat Mudik

Untuk pencegahan dehidrasi, Centers for Disease Control and Prevention menyarankan minum lebih banyak cairan meskipun tubuh tidak merasa haus. Terlebih, jika tubuh berkeringat terlalu berlebihan, maka tubuh perlu pengganti zat garam dan mineral yang keluar akibat keringat. Caranya bisa dengan minum minuman yang mengandung elektrolit. Selain itu, hindari minum minuman yang beralkohol atau mengandung banyak gula karena minuman alkohol dan manis bisa membuat kita kehilangan cairan tubuh lebih banyak.

Untuk batas tertentu tubuh manusia memang mampu beradaptasi dari sengatan panas dari lingkungan sekitar. Namun seperti yang disampaikan McGeehin, bahwa tubuh manusia seperti mesin bermotor, butuh dukungan kondisi dan perilaku yang memungkinkan agar ia tetap bekerja baik meski dalam kondisi ekstrem. Persoalan ini menjadi tantangan dan perlu jadi perhatian serius bagi para jemaah haji yang saat ini sedang menunaikan ibadah di kota suci.

Baca juga artikel terkait SUHU PANAS atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Suhendra