tirto.id - Triyatno tertunduk lesu. Sambil berkali-kali membenarkan rambutnya yang sebetulnya tidak panjang. Ketua RT 03, RW 02, Kelurahan Kwitang ini terus menatap telapak tangannya. Sesekali ia senyum, tapi lebih banyak manyun.
“Agus [Yudhoyono], enggak ada yang menang nih,” kata Triyatno sambil memperlihatkan telapak tangan kirinya kepada saya.
Di sana ada huruf-huruf yang lumayan cukup bisa dibaca. Tidak cukup jelas, tapi cukup mudah dipahami. Tulisan berupa angka-angka yang merujuk ke beberapa nomor TPS di Kelurahan Kwitang sekaligus siapa peringkat pertama dan kedua terbanyak perolehan suaranya.
Ada delapan baris di telapak tangan Relawan Pasangan Calon (Paslon) 1 ini dan tidak ada satupun yang tertulis angka “1” pada deretan angka setelah Nomor TPS. Artinya, jagoannya, belum ada yang menang sebagai peringkat pertama peraih suara terbanyak. Inilah yang kemudian membuat pria 48 tahun ini mengaku pusing.
“Awalnya sih agak kesemsem sama die [Ahok], tapi gara-gara kasus kemarin [kasus dugaan penistaan agama]. Ya kita walaupun, maaf-maaf aje, jarang salat, tapi agama kita dihina, ya kita kepanggillah. Ya udah kebalik benci,” tutur Triyatno.
Rabu 15 Februari pagi itu, berziarah ke makam Habib Ali Alhabsyi atau lebih dikenal Habib Kwitang di kompleks Masjid Jami Al Riyadh, direpotkan oleh akses yang sulit karena Jalan Kwitang dan Jalan Kembang, jalan yang menyisir Sungai Ciliwung, setengah ruasnya dipasangi tenda untuk TPS.
Berjalan kaki bisa mengantisipasi masalah, agar tidak menganggu kerumunan warga yang mendatangi TPS. Kecuali, Anda datang sebelum jam delapan pagi. Sebab setidaknya sampai jam setengah tujuh, kondisi jalan masih lengang.
Lima puluh meter dari gerbang masuk Kelurahan Kwitang, Anda akan menemui tenda biru yang menutup setengah jalan. Di sana tertulis TPS 1, Kwitang. Berturut-turut kemudian semakin masuk ke selatan menyisir sungai ada lagi TPS 2, terus saja maka sampailah Anda ke TPS 3. TPS terdekat dari makam Habib Kwitang yang menjadi bagian dari Masjid Jami Al Riyadh.
Setelah sebelumnya menemui Habib Abdurrahman Al Habsyi dan melaksanakan salat Jumat di Masjid Al Riyadh, Jumat, 10 Februari silam, Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat berziarah ke makam ini. Sekalipun mengaku tidak punya agenda politik, kunjungan ini meninggalkan kesan yang cukup untuk menilai bahwa Kwitang adalah salah satu basis suara untuk Sang Putra Mantan Presiden.
Saat itu, SBY mengatakan pertemuannya dengan tokoh masyarakat di Kwitang ini hanya pertemuan antar-sahabat lama. Namun, yang mengunjungi Kwitang bukan hanya sang ayah, tapi juga Agus sendiri saat menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad di Kwitang, 29 Desember 2016 tahun lalu. Selain Agus, Anies Baswedan juga hadir di sana.
Kunjungan tersebut membawa dampak, setidaknya menurut Yeni Ferarika, salah satu warga Kwitang pemilih di TPS terdekat dengan Masjid Al Riyadh.
“Di sini aparat [desa] sudah berpihak,” kata ibu berjilbab ini.
Sambil berbisik dan mendekat, ibu empat anak ini mengaku pernah didatangi salah satu warga, “Eh, Ibu, jangan milih yang ini ya? Nanti susah anak cucunya,” katanya menirukan. “Biasanya dibilangin begitu pas dianterin undangan [pencoblosan],” lanjut ibu 50 tahun ini.
Ini belum termasuk larangan-larangan tertentu. “Kita sih diem-diem aja, Mas. Masang spanduk [Ahok-Djarot] aja enggak boleh. Kalau masang [spanduk] malam, paginya bisa hilang.”
Yeni termasuk sangat keras soal pilihannya. Dari caranya memberi keterangan dengan penekanan tiap kalimat yang keluar dari mulutnya kentara sekali.
“Enggak lihat apa? Ya kita lihat di depan aja.”
Yang dimaksud Yeni adalah Sungai Ciliwung yang berada di samping TPS saat kami berbincang. “Ini biasanya banjir, sekarang sudah enggak,” lanjutnya.
Sekalipun terkesan keras dan tegas, Yeni tidak sungkan bergaul dengan relawan dari pihak-pihak yang berseberangan dengan pilihannya. Ketika dengan M. Rahmat, relawan dari tim paslon 3, Anies-Sandiaga Uno. Ketika bertemu, mereka tampak saling sapa, penuh sikap persahabatan.
“Kalau saya sih yang penting merah putih damai, Bang,” kata Rahmat yang mengenakan pakaian warna putih. Khas sekali seperti yang biasa dikenakan Anies, sekalipun tidak ada embel-embel apapun di pakaiannya.
Tak berselang lama, datang Matius, Ketua RT 02, keluar dari ruang TPS. “Pilih nomor berapa ini, Pak?” tiba-tiba Yeni menodong.
“Enggak berapa-berapa, saya mah netral, yang di tengah aja lah,” tutur pria 58 tahun ini terkekeh sambil membentangkan kedua tangannya seolah merangkul seseorang di sisi kiri dan kanannya. Gestur yang disambut tawa oleh Yeni.
Matius kemudian mengakui, di Kwitang memang kemungkinan akan didominasi oleh suara untuk Agus. “Apalagi kemarin Pak SBY kemari,” tuturnya. Hal itu juga dibenarkan Triyatno, Ketua RT 02 yang awalnya begitu yakin bahwa jagoannya bakalan menang. “Ya, paling menang tipis di sini (TPS 3), tapi kalau di sana (TPS 4) yakin menang telak.” TPS 4 adalah TPS terdekat kedua setelah TPS 3 dari Masjid Al Riyadh.
Tak dinyana, ketika perhitungan suara usai pada sore harinya, angka yang ditunjukkan kertas perhitungan suara tak sesuai ekspektasi Triyatno. Di TPS 3, Agus kalah tak begitu banyak dengan suara Ahok, dengan selisih hanya 9 suara. Agus-Sylviana mendapatkan 208 suara, Ahok-Djarot 217 suara, sedangkan Anies-Sandiaga 174 suara.
Triyatno semakin muram ketika tahu bahwa di TPS 4 yang menurutnya akan mendulang suara banyak bagi Agus, ternyata kembali kalah. Pemenang di TPS itu adalah Anies-Sandi dengan 296 suara, Agus 206 suara, dan Ahok 93 suara.
Dalam perhitungan suara di TPS 3, ekspresi ketidaksukaan kentara sekali saat suara untuk Ahok disebutkan panita.
“Huuuuu,” teriak warga. Bahkan ada celotehan, “Kwitang siap-siap dibangun apartemen nih,” sampai, “Wah, siap-siap digusur,” bermunculan berkali-kali.
Sampai ketika suara untuk Ahok semakin jelas akan memenangkan perhitungan, salah seorang warga berteriak lantang kepada salah satu temannya, “Elu mah KTP Bogor, gue nih rumah sini!”
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Maulida Sri Handayani