tirto.id - Modus praktik suap, yang melibatkan Anggota DPR Fraksi Golkar, Aditya Anugrah Moha dan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (PT Sulut) Hakim Sudiwardono, juga memakai kode komunikasi rahasia sebagaimana sejumlah kasus serupa lainnya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan pertemuan di antara dua tersangka suap itu direncanakan dengan memakai kode kata “pengajian”.
"Istilah 'pengajian' sepertinya memang antara pemberi (Aditya) dan penerima (Sudiwardono) yang sudah dinyatakan sebagai tersangka,” kata Laode di Gedung KPK Jakarta, pada Sabtu (7/10/2017) seperti dikutip Antara.
Laode menirukan kalimat dalam komunikasi keduanya, “Untuk bertemu mereka menggunakan istilah itu (pengajian), 'nanti pengajiannya kapan? Kamis malam, tapi besok saja Jumat malam, pengajiannya sudah siap'. Untuk bertemu itu dikamuflase dengan pengajian."
Aditya dan Sudiwardono teringkus dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di sebuah hotel di daerah Pecenongan, Jakarta Pusat, pada Jumat malam (6/10/2017). OTT itu mengamankan bukti uang senilai 64 ribu dolar Singapura dari total komitmen sogokan sebesar Rp1 miliar, yang diserahkan dengan uang 100 ribu dolar Singapura.
Aditya Moha dan Sudiwardono sudah ditetapkan, masing-masing sebagai tersangka pemberi dan penerima suap.
Berdasar temuan sementara KPK, pemberian suap ini diduga untuk mempengaruhi putusan banding dalam perkara korupsi yang melibatkan Marlina Moha Siahaan selaku Bupati kabupaten Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015. Marlina sudah divonis bersalah 5 tahun penjara dalam perkara korupsi TPAPD Bolaang Mongondow. Uang juga diberikan agar Marlina tidak perlu ditahan.
"Apakah ada hubungan ibunya (Marlina Moha) atau tidak, masih dalam proses penyelidikan termasuk apakah ada hubungan dengan pengadilan tingkat pertama masih dalam proses," kata Laode.
Pemberian uang dari Aditya kepada Sudiwardono sudah dilakukan sejak pertengahan Agustus 2017, yaitu sebesar 60 ribu dolar Singapura di Manado. Pada Jumat kemarin (6/10/2017), Aditya kembali menyerahkan suap susulan di pintu darurat salah satu hotel di Jakarta. Penyidik KPK juga menemukan ada uang 11 ribu dolar Singapura di mobil Aditya.
Sebagai penerima suap, Sudiwardono disangkakan pasal Pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan sebagai pemberi, Aditya Moha disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara serta denda Rp750 juta.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom