tirto.id - Sejak pertama kali menginfeksi, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan, bahwa transmisi virus corona (COVID-19) melalui droplet terjadi ketika seseorang berada pada jarak kurang satu meter dari orang dengan gejala.
Partikel-partikel kecil hasil cipratan bersin atau batuk, kemudian masuk ke hidung, mata, atau mulut, dan mulai menginfeksi seseorang.
Namun, baru-baru ini peneliti dari Universitas Pennsylvania dan Institut Kesehatan National Institute of Health menemukan, bahwa penularan virus corona (COVID-19) berpotensi terjadi bila dalam satu ruangan dengan seseorang yang berbicara keras-keras.
Penelitian tersebut dilakukan dalam ruangan tertutup dan memvisualisasikan droplet dari seseorang yang bicara keras tetap berada di udara dengan konstanta waktu antara delapan hingga maksimal 14 menit.
Seperti dilansir dari Science Times, Sabtu (16/5/2020), para peneliti menggunakan selembar sinar laser yang intens untuk memvisualisasikan tetesan yang dihasilkan dari sesi bicara yang diulangi oleh para peserta.
Metode ini menunjukkan tingkat emisi tetesan rata-rata setidaknya 1.000 partikel dengan tingkat emisi puncak setinggi 10.000 partikel per menit, atau lebih tinggi dari laporan sebelumnya.
Menurut para peneliti, visualisasi langsung menunjukkan bagaimana ucapan normal menghasilkan tetesan di udara yang dapat tetap bertahan selama beberapa menit di udara sangat mampu menularkan penyakit di ruang terbatas.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mencatat bahwa tetesan-tetesan itu dapat mendarat di mulut atau hidung orang-orang di sekitarnya, bahkan bisa juga dihirup ke paru-paru.
Itu artinya penyebaran bisa terjadi ketika orang berada dalam jarak enam kaki dari orang lain.
Dalam studi yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS) itu, para peneliti berkata bahwa beberapa pasien menghasilkan jumlah virus yang lebih besar daripada rata-rata, hingga 100.000 per menit bicara.
Melansir Technology Review, peneliti memperkirakan bahwa satu menit bicara keras menghasilkan setidaknya 1.000 tetesan yang mengandung virus dalam penelitian sebelumnya tentang berapa banyak RNA virus yang dapat ditemukan dalam cairan oral pada rata-rata pasien COVID-19.
Hipotesis penelitian itu mengasumsikan bahwa setiap virion memiliki peluang yang sama, tidak nol dalam menyebabkan infeksi, yang jauh dari pasti untuk COVID-19.
Studi ini juga dijalankan di lingkungan yang dikontrol ketat dan tidak memperhitungkan jenis sirkulasi udara dan perubahan suhu yang akan ditemukan di hampir semua lingkungan dunia nyata.
Implikasi paling signifikan dari penelitian itu adalah untuk memperkuat pemakaian masker dalam keadaan apa pun, terutama ketika meninggalkan rumah untuk menghindari agenda yang kemungkinan terjadi penularan.
Masker wajah harus dipasang dengan sempurna ke wajah untuk perlindungan lengkap dari kuman dan kontaminan lainnya. Jika masker pada wajah longgar tidak akan memberi perlindungan.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno