tirto.id - Hampir setahun telah berlalu sejak novel coronavirus melanda dunia kita dan membuat semua orang merasa khawatir.
Meski ada banyak penelitian dan berbagai vaksin yang diluncurkan, ketakutan dan implikasi kerusakan yang disebabkan oleh virus mematikan itu masih ada di antara kita.
Konon, COVID sudah lama menjadi salah satu masalah yang menghinggapi saat ini, mengingat pasien COVID-19 masih terus mengalami komplikasi lama setelah sembuh.
Menurut sebuah penelitian baru-baru ini yang dilakukan The Lancet, beberapa penyintas COVID telah melaporkan kerontokan rambut sebagai salah satu efek jangka panjang dari SARs-COV-2.
Apa itu "Long COVID" dan berapa lama bertahan?
Dikutip Times of India, long COVID adalah istilah yang digunakan untuk menentukan gejala yang dihadapi oleh orang-orang dan efek virus corona pada berbagai individu selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah penyakit awal.
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) melaporkan, COVID bertahan lama selama lebih dari 12 minggu. Namun, penelitian lain mengklaim bahwa gejala dapat berlangsung selama lebih dari delapan minggu untuk menjadi long COVID.
Kantor Statistik Nasional (ONS) menyebutkan, satu dari lima pasien virus korona menunjukkan gejala selama lima minggu atau lebih.
Studi The Lancet ini mengklaim bahwa orang yang selamat dari COVID menghadapi gejala bahkan setelah enam bulan pemulihan, di mana rambut rontok menjadi sumber perhatian utama.
Meskipun alopecia atau rambut rontok mungkin merupakan masalah umum yang dihadapi oleh banyak orang di seluruh dunia karena berbagai alasan, temuan baru-baru ini menunjukkan bahwa hal itu mungkin merupakan gejala virus corona.
Berdasarkan penelitian dari The Lancet, seperempat penyintas COVID mengeluhkan rambut rontok sebagai efek samping utama COVID-19.
Para peneliti yang melakukan penelitian mengevaluasi 1.655 pasien yang dirawat di rumah sakit di Wuhan, Cina.
Hasilnya, 359 orang (22%) pernah mengalami kerontokan rambut enam bulan setelah dipulangkan serta rambut rontok lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Selain rambut rontok, temuan penelitian juga melaporkan prevalensi gejala seperti kelelahan atau kelemahan otot, kesulitan tidur, dan kecemasan atau depresi.
"Pasien yang sakit parah selama tinggal di rumah sakit memiliki gangguan kapasitas difusi paru yang lebih parah dan manifestasi pencitraan dada yang abnormal, dan merupakan populasi target utama untuk intervensi pemulihan jangka panjang," lapor The Lancet.
Sementara rambut rontok dilaporkan pada 22% pasien, 26% mengeluhkan kesulitan tidur dan kecemasan serta depresi dilaporkan pada 23% pasien.
Editor: Agung DH