tirto.id - Sentra Terpadu Inten Soeweno (STIS) Kementerian Sosial (Kemensos) melakukan persiapan untuk memastikan kenyamanan para peserta pelatihan vokasional.
"Karena memang kita pelayanannya 24 jam, di sini memang ada yang stay," kata Pembina Asrama Vokasional Putra, Rudi Febriyanto saat ditemui di STIS, Bogor, beberapa waktu lalu.
Dari total 55 penghuni asrama, menurut Rudi, sebanyak 20 orang yang berdomisili di Jabodetabek memutuskan pulang ke rumah masing-masing untuk merayakan Lebaran. Sementara itu, sekitar 35 penghuni lainnya akan tetap tinggal di asrama.
Para penghuni asrama di antaranya merupakan penyandang disabilitas yang akan mendapatkan pelatihan vokasional selama 6 bulan di STIS. Mereka menginap selama 6 bulan hingga akhirnya siap disalurkan untuk bekerja.
"Sekitar 35 orang masih di sini, rumah mereka jauh, ada yang di Padang, Aceh, Bengkulu, dan Palembang," katanya.
Rudi menjelaskan 35 orang yang memilih tetap di asrama lantaran jarak rumah yang jauh dan biaya perjalanan yang mahal. Namun, STIS asrama telah menyiapkan program kegiatan untuk memastikan penghuni yang tidak pulang kampung merasa nyaman dan bahagia.
"Kita telah menyiapkan program kegiatan untuk penghuni yang tidak pulang, seperti takbiran dan sholat Ied berjamaah," kata Rudi.
Jika diperlukan, lanjut Rudi, pihaknya memperbolehkan orang tua atau saudara penghuni untuk berkunjung dan menginap di asrama. STIS berusaha membuat penghuninya merasa di rumah sendiri.
"Kami berusaha untuk membuat mereka merasa tidak sendirian dan tetap dapat merayakan hari raya dengan nyaman," katanya.
Rudi mengatakan sejak awal sudah menginformasikan kepada peserta pelatihan bahwa vokasional dilaksanakan bertepatan dengan momen Ramadan dan Lebaran. Para peserta pun bersedia dengan izin orang tua.
"Saat orang tuanya mungkin menginap 1 sampai 2 hari silakan," katanya.
Saat Idul Fitri, biasanya ia sebagai kepala asrama akan memandu penghuni asrama untuk solat Ied berjamaah ke masjid. Para peserta yang semuanya penyandang disabilitas biasanya memang membutuhkan pendampingan.
"Ada yang gunakan alat bantu kursi roda, tongkat. Habis dari masjid, kita kawal lagi," katanya.
Selepas salat, ia menuturkan STIS biasanya akan mengisi kegiatan liburan dengan olahraga hingga nonton bareng untuk mengusir kepenatan. Bila ada keluarga yang ingin mengajak pergi maka diperbolehkan dengan mengisi surat izin.
"Misalkan jalan-jalan sendiri tidak diizinkan, takut ada apa-apa. Mereka tanggung jawab kita di sini," katanya.
Rudi mengatakan profesinya sebagai kepala asrama ini menuntutnya untuk bekerja 24 jam. Sebab, ketika ada peserta vokasional yang sakit, ia juga harus merawat dan memeriksakan ke dokter.
"Kadang kalau mereka punya penyakit bawaan, agak bingung juga sih, kita biasanya lapor ke perawat dan konsultasi ke dokter," katanya.
Meski begitu, ia mengatakan para penghuni asrama STIS sudah ia anggap sebagai keluarga. Ia ikut senang saat mereka sukses dan ikut sedih saat mereka sakit.
"Kebetulan saya selain pembinaan, juga mengajar call center," katanya.
Melayani peserta vokasional penyandang disabilitas 24 jam, ia mengaku keluarga sangat memahami profesinya. Sehingga, saat momen Lebaran, biasanya ia cukup telepon video dengan keluarga yang berada di kampung.
"Waktu awal-awal bekerja sedih juga, tapi ini kan tugas, istilahnya amanah yang diberikan pimpinan kita jalankan. Kadang anak dan istri saya yang ke sini," katanya.
(INFO KINI)
Penulis: Tim Media Servis