tirto.id - Seorang juru bicara kepolisian pada Kamis, (7/4/2016), menyatakan bahwa Kepolisian Thailand saat ini tengah melakukan investigasi terkait kemunculan stiker yang dianggap menghina keluarga kerajaan Thailand dalam aplikasi pesan instan LINE.
"Kami sedang menyelidiki dari mana stiker tersebut berasal dan siapa pelaku di balik konten tersebut," ujar Kolonel Somporn Daengde, wakil kepala Divisi Penekanan Kejahatan Teknologi, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis, (7/4/2016).
Sompon menolak untuk memberikan informasi lebih lanjut mengingat isu ini tergolong sangat rawan di negara Gajah Putih itu.
LINE, yang menjadi salah satu program media sosial paling populer di Thailand, mengeluarkan pernyataan permintaan maafnya atas sekumpulan stiker kartun yang dianggap melecehkan keluarga kerajaan, dan mengatakan bahwa stiker tersebut tidak lagi dapat dibeli saat ini. Stiker terkait telah tersebar dengan cepat dalam jaringan LINE pada Rabu, (6/4/2016).
"Perusahaan LINE mengetahui sekumpulan stiker yang rawan secara kultural itu yang kemungkinan dapat menyebabkan ketidaknyamanan di antara para pengguna jasa kami di Thailand," LINE mengatakan dalam sebuah pernyataan yang ditulis secara daring.
"Kumpulan stiker terkait telah ditarik dari bursa stiker LINE", tulis pernyataan tersebut.
LINE memperbolehkan para penggunanya untuk membuat stiker mereka sendiri dan menjualnya secara online. Banyak penggunanya menggunakan stiker kartun dalam pesan mereka.
Para pengguna dapat membuat dan mengunggah stiker yang diperiksa oleh kantor pusat LINE di Jepang dan bukan di Thailand, ujar seorang pegawai LINE di Thailand yang tidak menyebutkan namanya dikarenakan isu yang terlalu sensitif.
Keluarga kerajaan Thailand dilindungi oleh salah satu peraturan paling ketat di dunia terkait isu penghinaan. Di bawah pemerintahan militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta 2014 Mei lalu, hukuman terhadap mereka yang menghina monarki itu meningkat dengan pesat dengan hukuman yang semakin berat.
Raja Bhumibol Adulyadej, 88, merupakan seorang sosok yang sangat dihormati di Thailand. Sang raja saat ini sedang berada di sebuah rumah sakit di Bangkok sejak Mei 2015 lalu, dan kekhawatiran atas kondisi kesehatannya dan penerusnya telah menyebabkan latar belakang krisis politik yang telah terjadi selama lebih dari satu dasawarsa di Thailand.
Berita terkait kesehatan sang raja itu dikendalikan secara ketat oleh istana yang mengeluarkan pernyataan terkait penyakit yang dideritanya. Perdebatan publik terkait monarki yang ada sendiri telah ditahan oleh adanya undang-undang tentang penghinaan kerajaan.
Mereka yang dinyatakan bersalah atas melakukan penghinaan terhadap anggota keluarga kerajaan akan menghadapi hukuman penjara paling lama 15 tahun. Para kelompok hak asasi mengatakan bahwa ketentuan tersebut seringkali disalahgunakan dan berkontribusi secara signifikan dalam catatan pelanggaran hak asasi manusia di Thailand. (ANT/REU)