Menuju konten utama

Stafsus Jokowi Klaim KUHP Jamin Kebebasan Pers

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono mengklaim Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap menjamin kebebasan pers.

Stafsus Jokowi Klaim KUHP Jamin Kebebasan Pers
Puluhan jurnalis menggelar aksi Hari Kebebasan Pers Sedunia di jalan MT Haryono, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (3/5/2018). ANTARA FOTO/Jojon

tirto.id - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono mengklaim Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap menjamin kebebasan pers. Pernyataan tersebut menjawab terkait adanya kekhawatiran KUHP yang baru disahkan berpotensi mengkriminalisasi wartawan.

Dini menuturkan mekanisme penyelesaian sengketa pers tetap melalui Dewan Pers. Jika ada keberatan terhadap suatu pemberitaan media yang terdaftar di Dewan Pers, maka penyelesaiannya melalui mediasi Dewan Pers.

"Sejauh ini Mahkamah Agung konsisten menerapkan hal ini dalam perkara pidana maupun perdata yang menyangkut media. Jadi wartawan tidak perlu khawatir dikriminalisasi,” ucap Dini dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/12/2022).

Pada pasal 6 huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah diadopsi dalam Pasal 218 dan Pasal 240 KUHP baru. Dini menjelaskan bahwa kritik merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

"Sehingga jelas tidak bisa dipidana," ungkapnya.

Lebih lanjut, dia mengklaim 17 pasal KUHP yang dituding dapat mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kebebasan pers, merupakan pasal-pasal yang sudah ada dalam KUHP lama. Dini menuturkan pasal tersebut bukan pasal baru muncul dalam KUHP baru.

"Jadi bukan pasal yang baru muncul dalam KUHP baru," tambahnya.

Dini menjelaskan pasal-pasal tersebut bersifat umum. Tidak spesifik ditujukan kepada pers lantaran fungsinya sebagai alat kontrol sistem demokrasi.

“Presiden Jokowi sendiri pernah menyampaikan dalam forum perayaan Hari Pers Nasional bahwa pers memiliki peran sangat besar dalam pemerintahan, baik dalam mewartakan agenda pemerintah ataupun memberikan kritik atas kebijakan pemerintah,” ujar Dini.

Lebih lanjut, Dini menuturkan sebagian dari 17 pasal itu sudah pernah diuji di Mahkamah Konstitusi. Keputusan Mahkamah Konstitusi itu menjadi acuan para perumus KUHP baru dalam memformulasi ulang pasal-pasal yang bersangkutan agar menjadi lebih baik.

Pembatasan Jurnalis?

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menemukan 17 pasal bermasalah dalam draf RKUHP yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dan mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi.

“Pemerintah dan DPR membuat undang-undang secara ugal-ugalan,” kata Ketua Umum AJI Sasmito Madrim dalam saluran YouTube AJI.

“DPR dan pemerintah harus menunda pengesahan RKUHP karena akan memberangus kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. AJI akan terus bersuara sampai pasal-pasal bermasalah dihapus," tambahnya.

Berikut pasal temuan AJI:

  1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
  2. Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
  3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
  4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
  5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
  6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
  7. Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
  8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
  9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
  10. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
  11. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Baca juga artikel terkait KUHP atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Intan Umbari Prihatin