tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya menetapkan bea masuk anti-dumping (BMAD) untuk produk benang sintetis Spin Drawn Yarn (SDY) asal China. Sebelumnya, dugaan atas praktik dumping tersebut telah lama diselidiki Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sejak 2013.
Ketentuan pengenaan BMAD itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.10/2019 yang ditandatangani pada Selasa, 6 Agustus lalu.
"Berdasarkan hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia yang menyimpulkan terjadi dumping yang dilakukan oleh produsen atau eksportir/eksportir produsen yang berasal dari Republik Rakyat Tiongkok," tulis Beleid tersebut.
Aktivitas dumping tersebut mengakibatkan pengusaha produk SDY asal mengalami kerugian material yang dilihat dari penurunan volume penjualan,
harga domestik, pangsa pasar, produksi, utilisasi kapasitas, tenaga kerja, upah, pertumbuhan, dan rugi operasi yang semakin memburuk.
Adapun produk SDY yang dimaksud berupa benang filamen sintetik (selain benang jahit), tidak disiapkan untuk penjualan eceran, termasuk monofilamen sintetik yang kurang dari 67 desiteks, selain dari benang berkekuatan tinggi dari nilon atau poliamida lainnya atau poliester dan benang tekstur dan benang lainnya.
Selain itu benang tunggal, tanpa antihan atau dengan antihan tidak melebihi 50 putaran tiap meter, selain elastomer, selain dari poliester yang diorientasi sebagian yang termasuk dalam pos tarif 5402.47.00 yang berasal dari China juga dikenakan BMAD.
Ada 8 eksportir atau produsen eksportir asal China yang produknya dikenakan BMAD dengan besaran tarif 5,4 sampai 15 persen. Peraturan Menteri itu akan berlaku selama tiga tahun terhitung sejak diberlakukannya pengenaan tarif pada 20 Agustus mendatang.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto