tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia tumbuh 5,44 persen pada kuartal II-2022 secara year-on-year (yoy). Kinerja ekonomi Tanah Air pada periode ini lebih tinggi dibanding sebelum pandemi dan menandakan pemulihan ekonomi sudah berlangsung.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022 menjadi pertumbuhan impresif tinggi. Terlebih pertumbuhan tersebut berada di luar ekspektasi pemerintah yang saat itu mengasumsikan sebesar 5,2 persen.
"Ini adalah pertumbuhan yang sangat impresif tinggi karena tahun lalu kuartal kedua itu pertumbuhannya cukup tinggi yaitu 7,1 persen. Jadi baseline-nya sudah tinggi tahun lalu," kata Sri Mulyani usai rapat kabinet, di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/8/2022).
Dengan realisasi pertumbuhan tersebut, maka ekonomi Indonesia tahun ini sudah dalam posisi yang sangat baik dan harus terus dipertahankan. Salah satu perlu dijaga dari sisi domestik seperti konsumsi rumah tangga, pemerintah dan investasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengklaim, pertumbuhan kuartal II-2022 ini relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lainnya. Terlebih sejak tiga kuartal berturut-turut, Indonesia berhasil menjaga pertumbuhannya di kisaran 5 persen.
"Kita lihat pertumbuhan kita dalam tiga kuartal di atas 5 persen masih menunjukkan relatif baik dengan negara lain," kata dia dalam Konferensi Pers Perkembangan Perekonomian Indonesia Terkini, di Kantornya, Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Airlangga lantas membandingkan kondisi ekonomi dalam negeri dengan beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Cina. Dua raksasa ekonomi dunia itu terkontraksi minus. Misalnya AS pada kuartal II terkontraksi 0,9 persen dan Cina kali pertamanya pertumbuhan ekonominya mendekati nol persen.
"Cina bersama AS dua engine pertumbuhan ekonomi dunia dalam situasi lemah impact jangka panjang berdampak kepada ekonomi Asia," ujarnya.
Selain Cina dan AS beberapa negara lain yang mengalami kontraksi pertumbuhan adalah Jerman 1,1 persen, Singapura 4 persen dan Korea Selatan 2,9 persen.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang