tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengklaim luasnya wilayah Indonesia memungkinkan keluar masuknya barang ilegal di kawasan teritori. Oleh karena itu, Sri Mulyani terus mendorong Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menindak setiap kejahatan kepabeanan yang terjadi di wilayah Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, untuk satu peristiwa yang melibatkan perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat, negara harus menanggung kerugian yang ditengarai mencapai ratusan miliar rupiah.
“Karena berada di berbagai macam lokasi itulah, maka itu menjadi tidak mudah. Frekuensi penyidikan kasus kepabeanan pun relatif meningkat. Di akhir September 2017, setidaknya ada 125 kasus,” ujar Sri Mulyani dalam jumpa pers di kantornya pada Kamis (2/11/2017).
Adapun salah satu temuan yang kini telah ditangani oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kejaksaan Agung, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah penyelewengan fasilitas kepabeanan yang dilakukan PT SPL.
Dalam praktiknya, PT SPL dinilai telah menyalahgunakan kewenangan terhadap penangguhan bea masuk atas bahan impor, untuk diolah di dalam negeri dan selanjutnya diekspor kembali. Menkeu mengklaim pelanggaran yang dilakukan PT SPL merugikan negara hingga Rp118 miliar.
“Dia [PT SPL] mengaku ekspor 5 kontainer yang berisi 4.038 rol. Namun ternyata petugas bea dan cukai dengan jeli menimbang dan menilai bahwa tonasenya tidak sesuai. Ternyata hanya ada 538 rol, yang mana itu 7 kali lebih kecil,” ungkap Sri Mulyani.
Rol sisanya yang tidak terangkut dalam kontainer pun diduga merembes ke dalam negeri. Dengan begitu, PT SPL berusaha menghindar dari pengenaan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan).
“Industri manufaktur tekstil itu penting, karena tidak hanya menyangkut industri garmen, namun juga penyerapan tenaga kerjanya yang relatif besar,” ucap Sri Mulyani.
Karena tindakannya itu, PT SPL diduga telah melakukan tindak pidana kepabeanan dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) karena melanggar pasal 103 huruf a dan/atau pasal 102 huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 64 KUHP. Selain itu, PT SPL juga diduga telah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Masih dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan kasus yang berindikasi besar ini akan ditangani sampai tuntas dan secara tegas.
“Banyak di antara importir berisiko tinggi ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya, karena risikonya yang kecil. Sekarang dibalik. Ini momentum untuk mengingatkan semua pihak agar mematuhi [aturan],” ujar Prasetyo.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari