tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan rencana penerbitan obligasi bernama Pandemic Bond bukan untuk membiayai APBN. Penerbitan obligasi ini, kata dia, masih dikaji tapi salah satu bentuk peruntukannya bisa mencangkup penanggulangan dampak ekonomi yang dialami dunia usaha maupun lembaga keuangan.
“Dimasukkan di dalam salah satu instrumen yang letaknya adalah below the line, bukan defisit APBN di mana penerimaan negara dikurangi belanja yang lebih besar, tapi resources yang dicadangkan negara,” ucap Sri Mulyani dalam teleconference bersama wartawan, Selasa (7/4/2020).
Sri Mulyani menjelaskan saat ini pemerintah masih membahas skema penggunaannya. Namun salah satu mekanismenya bisa berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) melalui lembaga keuangan atau bank milik pemerintah.
Lalu bisa juga melalui penempatan dana atau investasi pemerintah. Hal ini bisa disalurkan melalui lembaga investasi, manajer investasi, dan lembaga keuangan lainnya untuk mendukung upaya restrukturisasi.
Namun, ia mengingatkan kalau pemerintah akan berhati-hati menyalurkannya. Alasannya, ada banyak pihak yang memberi masukan agar jangan sampai ditunggangi.
Caranya bank, lembaga keuangan, atau penyalur akan ikut menanggung risiko. Bila mereka salah dalam menyalurkan maka ada dampak yang akan mereka terima pada asset dan keuangan mereka. Alhasil penerimanya pun harus yang memiliki rekam jejak baik.
“Dalam meminjam membayar. Compliance-nya bagus. Dari sisi bayar pajak bagus,” ucap Sri Mulyani.
Mengenai kapan pandemic bond ini akan diterbitkan, ia menyatakan di tahun 2020 ini juga. Ia pun berharap tidak ada dampak berkepanjangan dari Corona.
“Kita gunakan 2020. Kita lihat dan berharap tidak terjadi lagi pandemi Covid jilid 2, 3. Itu bisa terjadi risikonya ditulis skenario di berbagai paper (makalah ilmiah),” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana