Menuju konten utama

Sri Mulyani: Efisiensi Belanja Bisa Tanpa Revisi APBNP

Menkeu Sri Mulyani akan menerapkan penyesuaian belanja pemerintah guna menjaga defisit anggaran. Efisiensi belanja tersebut bisa dilakukan tanpa merevisi APBNP berdasarkan asal 26 ayat 1 UU APBNP 2016.

Sri Mulyani: Efisiensi Belanja Bisa Tanpa Revisi APBNP
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) didampingi Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (kiri) dan Dirjen Anggaran Askolani (tengah) memberikan keterangan pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (5/8). (Antara Foto/Sigid Kurniawan)

tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, efisiensi belanja pemerintah untuk mengendalikan defisit anggaran akan dilakukan tanpa mengajukan kembali revisi APBNP 2016.

"Berdasarkan UU APBNP 2016, sebetulnya di pasal 26 mengamanatkan kami bisa melakukan penyesuaian itu tanpa APBNP," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (5/8/2016).

Pasal 26 ayat 1 UU APBNP 2016 menyatakan dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat dipenuhi dari dana SAL, penerbitan SBN maupun penyesuaian belanja negara.

Sri Mulyani memastikan penyesuaian belanja tersebut akan dilakukan sesuai amanat UU Keuangan Negara agar pengelolaan keuangan negara dapat lebih efektif, transparan dan bertanggung jawab serta memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan.

Ia juga menegaskan penyesuaian belanja ini akan dilakukan dengan taat secara hukum dan kredibel sesuai dengan perkembangan ekonomi saat ini, agar bisa menjadi landasan kepercayaan bagi masyarakat dan dunia usaha serta reputasinya terjaga dengan baik.

Menkeu Sri Mulyani menambahkan penyesuaian tersebut akan dilakukan berupa pemotongan belanja kementerian lembaga sebesar Rp65 triliun dan belanja transfer ke daerah Rp68,8 triliun, terutama bagi belanja non prioritas yang selama ini tidak terserap dengan baik.

"Kita akan melakukan berdasarkan kriteria, yang tidak mengurangi kemampuan APBN untuk mendorong ekonomi. Termasuk belanja tidak prioritas yang tidak mengurangi daya dorong serta tidak mengurangi kemiskinan dan kesenjangan," ujarnya.

Ia memastikan belanja prioritas yang akan dipotong tersebut berupa belanja pegawai yang tidak terserap dan tidak diperlukan, belanja operasional untuk perjalanan dinas dan konsinyering serta pembangunan gedung yang tidak terlalu mendesak.

Selain itu, kata Sri Mulyani, Kementerian Keuangan juga mempertimbangkan untuk menahan pencairan bunga utang dan menggunakan cadangan risiko fiskal untuk mengurangi ketidakpastian dari kemungkinan pelebaran defisit anggaran.

Sri Mulyani menambahkan alternatif lainnya adalah dengan melakukan carry over Dana Bagi Hasil (DBH) atau Dana Alokasi Umum (DAU) bagi pemerintah daerah yang masih memiliki APBD dan dana kas yang berlebih agar ditunda pencairan dananya.

"Ini tidak menyelesaikan, namun hanya menunda karena beban APBN 2016 yang sangat besar dan kita anggap mempengaruhi kredibilitas APBN," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Menurut perkiraan awal, DAU yang ditunda pencairannya ke tahun berikutnya adalah sebanyak Rp19,4 triliun untuk 170 provinsi kabupaten kota di sisa tahun 2016 dan DBH untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp12 triliun.

Secara keseluruhan, Sri Mulyani memastikan koreksi terhadap pagu belanja pemerintah ini akan menjadi basis penghitungan APBN 2017 agar penyusunan anggaran dan instrumen fiskal dapat lebih mencerminkan kondisi ekonomi yang lebih akurat dan menjadi sumber kepercayaan bagi semua pihak.

Baca juga artikel terkait APBN-P 2016

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari