tirto.id - Pemerintah menganggarkan Rp48 triliun untuk menangani defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Anggaran ini sudah meliputi iuran bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI), Aparatur Sipil Negara (ASN), dan TNI-Polri.
Sejumlah besar anggaran itu ditujukan untuk membayar berbagai tunggakan BPJS Kesehatan yang menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah masuk tahap “kronis”. Sebabnya ia mencatat banyak rumah sakit mengalami gagal bayar.
“Ini situasi yang dihadapi BPJS dengan adanya kenaikan iuran untuk 2020 sudah dianggarkan Rp48 triliun, yang itu diharapkan akan mampu berikan tambahan penerimaan dari BPJS sehingga dia bisa penuhi kewajiban yang tertunda,” ucap Sri Mulyani dalam Rapat Gabungan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Sri Mulyani mengatakan total defisit BPJS Kesehatan sampai 2019 kemarin diprediksi mencapai Rp32 triliun. Ia bilang perlu upaya ekstra untuk menangani defisit sebesar itu.
Pada akhir tahun 2019 misalnya, Sri Mulyani mengaku telah menyuntikan dana Rp13,5 triliun ke BPJS Kesehatan untuk periode Agustus-Desember 2019.
Uang senilai Rp13,5 triliun itu diperoleh dari kenaikan iuran TNI, Polri dan Aparatur Sipil Negara yang naik duluan dari peserta mandiri maupun PBI. Defisit BPJS otomatis berkurang tetapi masih terdapat sisa Rp15,5 triliun.
“Lebih dari 5.000 fasilitas kesehatan belum dibayar penuh,” ucap Sri Mulyani.
Di sisi lain, Sri Mulyani menambahkan pemerintah juga masih dalam proses membenahi data bagi peserta PBI yang jumlahnya mencapai 96,8 juta jiwa. Ia memastikan pemerintah tidak akan asal menaikan iuran BPJS Kesehatan seperti yang sudah diteken dalam Perpres No. 75 Tahun 2019.
“Situasi itu harus dipecahkan meskipun kami tetap akan perbaiki data,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana