Menuju konten utama

Sosiolog Dr. Arief Budiman Meninggal Dunia

Dr. Arief Budiman (1941-2020) adalah aktivis, sosiolog, penulis dan intelektual publik, yang berjasa mengenalkan pemikiran kritis di masa Orde Baru.

Sosiolog Dr. Arief Budiman Meninggal Dunia
Ilustrasi Arief Budiman Soe Hok Djin. tirto.id/Gery

tirto.id - Dr. Arief Budiman, aktivis politik, intelektual publik, penulis dan sosiolog, meninggal dunia di rumah sakit dekat kediamannya di Salatiga, Jawa Tengah, pada Kamis hari ini, 23 April 2020. Ia berusia 79 tahun.

Ia telah lama menghadapi sakit parkinson selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Dr. Arief kembali ke Indonesia setelah pensiun mengajar sebagai profesor yang memimpin program Indonesia di Universitas Melbourne sejak 1997.

Dr. Arief, yang punya nama Tionghoa Soe Hok Djin, kakak dari aktivis Soe Hok Gie, mungkin paling dikenal, di antara kiprahnya yang lain, berkat menyerukan Golput—Golongan Putih—bersama intelektual dan pemikir liberal yang menolak Pemilu 1971. Pemilihan umum ini pertama kali digelar pemerintahan Orde Baru. Golkar, mesin politik Soeharto, menang mutlak.

Saat mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Arief ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan pada 1963, yang menentang kegiatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) karena dianggap memasung kreativitas seniman.

Pada 1964, dia menerima tawaran studi ke Belgia selama satu semester. Sepulang ke Indonesia, dia terlibat dalam demonstrasi mahasiswa yang berperan menjatuhkan Presiden Sukarno.

Pada 1968, Arief lulus dari UI dengan mengkaji psikologi penyair modern Indonesia, Chairil Anwar, kelak dibukukan dengan judul Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan (1976).

Pada 1970-an, dia memimpin gerakan anti-korupsi, melihat pemerintahan Soeharto tumbuh menjadi negara otoriter, mengeruk keuntungan pribadi dan mengabaikan nilai-nilai demokrasi. Setelah lulus PhD dalam bidang sosiologi dari Universitas Harvard, Dr. Arief mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Masa ini dia sangat aktif dalam kajian sosial dan kebudayaan, melahirkan banyak murid yang kritis atas problem-problem pembangunan di era Soeharto. Kampus ini juga menjadi episentrum gerakan rakyat dan mahasiswa menolak Waduk Kedungombo di Jawa Tengah.

Bersama para dosen yang kritis, di antaranya George Junus Aditjondro dan Ariel Heryanto, Dr. Arief Budiman memprotes penunjukan rektor UKSW yang proses pemilihannya cacat pada 1994. Imbasnya, kampus melarang Arief mengajar. Ia pindah ke Australia untuk mengajar di Universitas Melbourne pada 1997.

Tulisan-tulisan Arief Budiman tersebar di berbagai media massa, di antaranya Kompas, Sinar Harapan, dan Indonesia Raya. Ia juga pernah menjadi editor Horison, jurnal sastra yang dibidani Mochtar Lubis.

Buku-buku Arief Budiman, selain mengenai Chairil Anwar, adalah Pembagian Kerja Secara Seksual (1981), Jalan Demokratis ke Sosialisme: Pengalaman Chili di bawah Allende (1987)—berbasis disertasinya; Sistem Perekonomian Pancasila dan Ilmu Sosial di Indonesia (1990); dan Indonesia: The Uncertain Transition (co-editor dengan Damien Kingsbury, 2001).

Pengalaman para koleganya dibukukan dalam antologi Arief Budiman (Soe Hok Djin) Melawan Tanpa Kebencian (2018).

Dr. Arief Budiman menikah dengan Leila Chairani, seorang psikolog. Bu Leila pernah berkata, "Saya dan Arief tetap memiliki keinginan untuk kembali ke Indonesia. Apa sih yang menarik saya pulang ke Indonesia lagi? Arief bilang dia capek ngomong Inggris. Saya juga. Saya pikir orang-orang Indonesia yang telah lama di luar negeri selalu mendambakan pulang ke tanah air, suatu saat."

Andreas Harsono, peneliti hak asasi manusia, salah seorang muridnya di UKSW, berkata: "Secara pribadi, dia orang yang berjasa mendidik aku secara intelektual, memberikan bacaan bermutu, menularkan keberanian namun juga bisa mengukur diri, serta memberikan contoh dalam menjaga integritas dan independensi."

Koleganya Ariel Heryanto menulis di dinding Facebook: "Selamat jalan, kawan lama dan rekan sejawat Arief Budiman. Terima kasih atas semua yang telah kau sumbangkan untuk Indonesia."

Baca juga artikel terkait OBITUARI atau tulisan lainnya dari Fahri Salam

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fahri Salam
Editor: Ivan Aulia Ahsan