tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan sekalipun ibu kota Indonesia dipindahkan ke luar pulau Jawa dan bukan lagi di Jakarta, namun pusat perekonomian akan tetap berada di Jakarta.
"Perekonomian tetap di Jakarta, kegiatan bisnis tetap di Jakarta," kata Anies saat ditemui di Salemba, Jakarta Pusat, pada Senin (26/4/2019).
Anies mengatakan bahwa keputusan Pemerintah Pusat untuk kembali merencanakan pemindahan ibu kota Indonesia pun baru diketahuinya pada Senin (26/4/2019) pagi.
"Itu bukan soal keberatan dan tidak, ini soal wilayah otoritas. Jadi itu keputusannya di level undang-undang, yang memutuskan undang-undang adalah pemerintah dan DPR. Jadi itu biar wilayah mereka," ujar Anies.
Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke luar pulau Jawa karena Jakarta macet dan banjir. Ia menyebutkan, Jakarta menjadi kota terburuk keempat berdasarkan kondisi lalu lintas saat sibuk dari 390 kota yang disurvei.
Jakarta menempati peringkat 9 terburuk untuk kepuasan pengemudi, serta kinerja kemacetan terburuk, 33.240 Stop-Start Index serta grid lock yang mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar kementerian lembaga kadang-kadang tidak efektif.
“Kerugian ekonomi yang diakibatkan tahun 2013 sebesar Rp56 triliun per tahun, yang kami perkirakan angkanya sekarang sudah mendekati Rp100 triliun per tahun dengan makin beratnya kemacetan di wilayah Jakarta,” kata Bambang saat menyampaikan paparannya pada Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019), dikutip dari setkab.go.id.
Menanggapi hal tersebut, Anies menilai masalah kemacetan justru tidak akan hilang hanya dengan memindahkan ibu kota keluar Jawa. Anies menjelaskan bahwa kemacetan berasal dari tiga unsur masyarakat, yakni rumah tangga, kegiatan swasta dan kegiatan pemerintahan.
"Komponen kegiatan pemerintahan itu sangat kecil. Jadi pemerintah itu pindah misalnya jumlah kendaraan pemerintah itu yang berkurang sedikit," ujar Anies.
"Jadi perpindahan ibu kota tidak otomatis mengurangi kemacetan karena kontributor terbesar kemacetan di Jakarta adalah kegiatan rumah tangga dan kegiatan swasta bukan kegiatan pemerintah," tambahnya.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri