tirto.id - Aparat boleh melakukan tindakan tegas saat sedang terdesak, demikian Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal menerangkan. Meski begitu, tidak semua kasus masuk dalam kategori bisa ditindak tegas.
Iqbal menerangkan hal ini ketika ditanya wartawan perihal prosedur penembakan oleh anggota Polri. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa pernyataan ini tidak pasti terjadi dalam kasus penembakan Briptu AR terhadap kader Gerindra Fernando Wowor. Ia menegaskan bahwa kronologi kejadian sebenarnya masih dalam penyelidikan.
"Permasalahan prosedur penembakan jangan dikaitkan ya bahwa anggota kepolisian apapun, aparat negara terutama Polri, ketika sangat terdesak dia dapat melakukan prosedur tindakan tegas. Katakanlah saya tidak sedang berdinas, tapi dirampok, dll, membawa senjata. Saya [misalnya] boleh melakukan itu," kata dia di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (23/1/2018).
Ancaman yang bisa mendapat tindakan tegas pun beragam. Menurutnya, kasus itu harus dilihat secara betul kejadiannya. Jika hanya ancaman penyerangan dengan tangan dan tidak mematikan, ia menandaskan bahwa penindakan dengan senjata tidak sepatutnya dilakukan.
"Faktanya belum kita dapat," kata Iqbal menegaskan.
Prinsip lainnya, siapapun yang bersalah dalam insiden ini akan diproses hukum sesuai fakta seobjektif mungkin. “Kronologi belum bisa saya sampaikan karena saat ini katakanlah korban oknum dan saksi belum lengkap diperiksa,” ujarnya.
Iqbal menambahkan, Polresta Bogor yang menangani maslah ini sedang melakukan proses penyelidikan secara maraton dan detail. “Kami ungkap nanti ke ruang publik ketika ini sudah selesai,” imbuhnya.
Berdasarkan aturannya, penindakan Polri dengan senjata api diatur dalam beberapa undang-undang. Salah satunya ada dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.
Dalam aturan tersebut, penggunaan senjata api diperbolehkan bila benar-benar membahayakan nyawa manusia atau bisa menyebabkan luka berat.
Sebelum menembak polisi juga diharuskan memberitahu identitas diri, mengeluarkan peringatan, dan kemudian memberi waktu sampai peringatan itu diindahkan.
Terhadap kasus ini, Iqbal menerangkan sampai saat ini sudah ada lebih dari 4 saksi yang diperiksa di Polresta Bogor. Sementara saksi kunci, yakni Briptu AR masih belum bisa dimintai keterangan karena perawatan di rumah sakit.
"Jangan sekali lagi kaitkan ini dengan institusi atau partai tertentu dan yang lain. Kami sudah sepakat ini adalah persoalan pribadi. Tolong juga edukasi masyarakat agar tidak terprovokasi," tandasnya lagi.
Meski begitu, Iqbal tak memberi jaminan apapun terkait objektivitas polisi. Ia hanya meyakinkan bahwa bagian Profesi dan Pengamanan Polri akan memberi tindakan jika anggota Brimob Briptu AR melakukan kesalahan.
"Sanksinya pidana, etik sampai pemecatan. Pidana umum tapi ada mekanismenya," jelasnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari