Menuju konten utama

Soal Larangan Salam Lintas Agama, Menag Cerita Ayah Nabi Ibrahim

Ayah Nabi Ibrahim adalah pembuat berhala. Oleh sebab itu, mengucapkan salam atau tidak bukan sebuah kesalahan.

Soal Larangan Salam Lintas Agama, Menag Cerita Ayah Nabi Ibrahim
Mantan Wakil Panglima TNI Fachrul Razi tak tahu alasan pasti Presiden Joko Widodo memilih dirinya sebagai Menteri Agama, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019). tirto.id/Bayu Septianto

tirto.id - Menteri Agama Fachrul Razi merespons imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait salam lintas agama. Fachrur tidak membenarkan maupun menyalahkan karena ada dasar hukumnya.

"Apa yang disampaikan dasar hukumnya ada, tapi orang yang menyampaikan beda [juga] ada dasar hukumnya," kata Fachrul usai memberikan materi di Sentul, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019).

Fachrur mencontohkan Nabi Ibrahim pernah mengucapkan 'Assalamualaika' kepada ayahnya.

Ia menjelaskan, makna kata 'Assalamualaika' sama dengan doa agar seseorang sejahtera dan selamat.

Namun, ayah Nabi Ibrahim adalah pembuat berhala. Oleh sebab itu, mengucapkan atau tidak bukan sebuah kesalahan.

"Jadi ada dasar hukumnya. Tapi apa yang dia sampaikan enggak salah sebagaimana saya katakan tadi," ujar Fachrul.

Larangan salam lintas agama berawal saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menerbitkan imbauan agar umat Islam cukup mengucapkan kalimat “assalaamu'alaikum. Wr. Wb” Maka, menurut imbauan bernomor 110/MUI/JTM/2019 itu, “umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat (keragu-raguan) yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.”

MUI Jawa Timur mengimbau pejabat Indonesia, khususnya bagi yang beragama Islam, agar tidak mengucapkan salam lintas agama.

Ia melarang pejabat mengucapkan salam dari agama Buddha, Hindu, Kristen, di antara agama-agama resmi lain di Indonesia.

Menurut MUI Jawa Timur, pengucapan salam pembuka menurut Islam “bukan sekadar basa-basi tetapi doa.”

Sehingga, menurutnya, “mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bidah, yang tidak pernah ada di masa lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.”

Baca juga artikel terkait MAJELIS ULAMA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali