Menuju konten utama

Soal Kedubes AS, Prancis Minta AS Tidak Keras Kepala

Terkait langkah Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump memindahkan kedutaan besar Amerika di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault menanggapi langkah Trump itu akan menimbulkan "konsekuensi sangat serius."

Soal Kedubes AS, Prancis Minta AS Tidak Keras Kepala
Mural boikot israel di kota Gaza, Palestina. GETTY IMAGES

tirto.id - Terkait langkah Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump memindahkan kedutaan besar Amerika di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault menanggapi langkah Trump itu akan menimbulkan "konsekuensi sangat serius."

Berbicara dalam pertemuan 70 negara di Paris guna membangkitkan kembali proses perdamaian Palestina-Israel, Ayrault mengungkapkan kepada French TV bahwa ia yakin Trump tidak mungkin akan bisa memenuhi janjinya saat kampanye untuk memindahkan kedutaan besar AS ke Yerusalem, Minggu (15/1/2017).

"Ketika Anda menjadi presiden Amerika Serikat, Anda tidak boleh memiliki pandangan keras kepala dan sepihak semacam itu mengenai masalah ini. Anda harus menciptakan kondisi bagi perdamaian," ujar Ayrault sebagaimana dikutip Antara dari kantor berita AFP.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas memperingatkan, Sabtu lalu, bahwa perdamaian akan terancam jika Trump, yang berjanji akan memberikan dukungan penuh bagi Israel, memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem.

Memindahkan kedutaan besar akan membalikkan kebijakan puluhan tahun AS yang sampai sekarang terjaga bahwa status akhir Yerusalem --yang bagian timur dan sebagian besar sisi Arab-nya diduduki Israel sejak 1967-- harus ditentukan melalui perundingan damai dengan Palestina.

Pertemuan Paris utamanya lebih bersifat simbolis, tetapi menjadi krusial bagi Timur Tengah karena digelar lima hari menjelang pelantikan Trump sebagai presiden baru AS.

Prancis Adakan Konferensi Damai Soal Konflik Timur Tengah

Prancis menyelenggarakan pertemuan internasional untuk mencari cara menghidupkan kembali Perundingan Perdamaian Timur Tengah, yang macet, dan mendorong pelaksanaan penyelesaian dua-negara guna memulihkan keamanan di wilayah tersebut setelah beberapa dasawarsa konflik.

Konferensi Perdamaian Timur Tengah yang diselenggarakan di Paris dihadiri oleh wakil dari sebanyak 70 negara, termasuk anggota tetap Dewan Keamanan PBB, negara utama Eropa dan negara utama Arab.

Namun, pemimpin Palestina maupun Israel tak diwakili dalam pertemuan itu, lapor Xinhua. Israel menyebut pertemuan tersebut "konferensi curang" dengan tujuan mensahkan sikap tambahan anti-Israel.

Presiden Prancis Francois Hollande dalam sambutan pada pertemuan itu mengatakan penyelesaian dua-negara terancam oleh banyak faktor termasuk permukiman Yahudi dan meningkatnya ketidakpercayaan antara kedua pihak.

Ia menegaskan penyelesaian dua-negara masih menjadi sasaran masyarakat internasional pada masa depan.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault, yang memimpin Konferensi Paris, dalam sambutan pembukaannya juga mendesak dilanjutkannya pembicaraan perdamaian.

"Perdamaian tak bisa dicapai dalam kebencian. Tujuan konferensi ini ialah tentu saja memungkinkan dilanjutkannya dialog," kata Ayrault.

Prancis menegaskan pertemuan tersebut takkan memberlakukan persyaratan atas kedua kubu dalam Pembicaraan Perdamaian Timur Tengah untuk mencapai kesepakatan perdamaian yang langgeng.

Janji Presiden terpilih AS Donald Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem juga disebut-sebut di Paris pada Minggu (15/1/2017).

Saat ketidakpastian menyelimuti cara pemerintah baru AS menangani konflik Timur Tengah, Hollande menyeru setiap orang agar memahami bahwa "tak ada yang bisa dilaksanakan tanpa persiapan, atau diganggu".

Kendati ada sasaran masyarakat internasional, Trump berjanji akan memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv, tempatnya berada selama lebih dari enam dasawarsa, ke Yerusalem, tempat sengketa dalam konflik berlarut antara Yahudi dan Palestina.

Di sisi konferensi itu, Ayrault menyebut tindakan Trump sebagai provokasi dan memperingatkan mengenai konsekuensi yang sangat serius dari pemindahan Kedutaan Besar tersebut.

"Ketika anda menjadi Presiden Amerika Serikat, anda tak bisa melakukan tindakan sepihak dengan jalan-pintas seperti itu dalam masalah ini. Anda harus berusaha menciptakan kondisi bagi perdamaian," katanya.

Babak terakhir perundingan perdamaian antara pemerintah Yahudi dan Palestina macet pada April 2014, setelah kedua pihak gagal menyelesaikan sengketa mereka mengenai berbagai masalah --seperti permukiman Yahudi, perbatasan negara Palestina dan keamanan.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PALESTINA ISRAEL atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hard news
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri