tirto.id - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Indra Perwira mengatakan dalam kantor pemerintahan hanya ada satu bendera yang diperbolehkan, yaitu merah putih.
"Itu kantor resmi pemerintah. Bendera negara lain, organisasi apapun boleh saja kalau memang ada acara yang relevan, tapi tetap ada merah putih dengan posisi dan ketinggian yang sesuai ketentuan," katanya, saat dihubungi reporter Tirto, Minggu (28/10/2018) sore.
Sedangkan jika melihat kasus di kantor Gubernur Kaltim, hanya ada bendera tauhid tanpa bendera merah putih satu pun.
Indra mengatakan pejabat setempat, jika terbukti yang melakukan hal tersebut, dapat diberikan sanksi mulai dari sanksi administrasi hingga pencopotan jabatan.
"Yang pertama tentu sanksi administratif dulu. Diteliti siapa yang masang, siapa yang nyuruh, dan untuk tujuan apa," katanya.
Namun, untuk para pelaku dari non-pejabat, seperti para pendemo, jika terbukti melakukan penurunan bendera merah putih dan pengibaran bendera lain, maka dapat dipidana.
"Bisa masuk kategori makar," katanya.
Beberapa waktu lalu, bersamaan dengan aksi bela tauhid yang berlangsung di beberapa kota, termasuk di Jakarta, terjadi juga pengibaran bendera-benderabertuliskan kalimat tauhid di beberapa kantor Pemerintahan Daerah (Pemda).
Salah satunya kasus yang terjadi saat rasa di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), massa dari Front Pembela Islam (FPI) mengibarkan bendera hitam dengan tulisan tauhid di tiang bendera halaman kantor.
Belum selesai di Poso, satu lagi terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur. Tepatnya terjadi di depan kantor Gubernur Kaltim.
Sejumlah foto pengibaran bendera bertuliskan kalimat tauhid tersebar di kalangan pewarta. Nampak di foto, bendera bertuliskan kalimat tauhid itu berkibar di atas beberapa tiang.
Terdapat juga beberapa orang tengah berdiri di podium dengan kemeja dan kopiah hitam. Beberapa orang lain memakai surban putih. Mereka dikelilingi orang-orang yang membawa bendera bertuliskan tauhid dengan warna dasar hitam dan putih.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri