Menuju konten utama

Slamet Ma'arif Tersangka, PA 212 Klaim Pemerintah Makin Anti-Islam

Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) mengklaim rezim pemerintah semakin terlihat anti-Islam setelah penetapan Ketua Umum PA 212 sebagai tersangka dugaan pelanggaran pemilu saat kegiatan Tabligh Akbar di Solo.

Slamet Ma'arif Tersangka, PA 212 Klaim Pemerintah Makin Anti-Islam
Ketua Media Center Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Novel Bakmumin. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras/17.

tirto.id - Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Slamet Ma'arif ditetapkan sebagai tersangka dugaan pelanggaran pemilu saat kegiatan Tabligh Akbar PA 212 di Solo Raya. Menurut PA 212, hal itu semakin membuktikan rezim pemerintahan saat ini semakin anti-Islam.

"Memang semakin jelas keanti-Islaman rezim ini sehingga kriminalisasi terhadap ulama dan aktifis harusnya distop bukan menambah jadi daftar panjang kriminalisasi ulama dan aktifis," kata Ketua Media Center PA 212 Novel Bakmumin dalam pesan tertulis, Senin (11/2/2019).

Novel menyebutkan, Ma'arif hanyamenjalankan kewajibannya sebagai mubaligh pada saat diundang tabligh akbar dan juga beliau bukan menjadi tim sukses atau jurkam pemenangan capres 02 apalagi orang partai atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Novel justru mengkritik penanganan dugaan tindak pidana yang sudah dilaporkan olehnya tidak kunjung ditangani. Padahal, pihaknya sudah melaporkan 47 dugaan pelanggaran pidana selain pelaporan di Bawaslu.

PA 212 melaporkan dugaan ketidaknetralan dari Jokowi, menteri, hingga pimpinan daerah. Selain itu, juga melaporkan pidana umum terkait dugaan penghinaan agama, tetapi tidak ada jawaban.

"Dari Jokowi sampai menteri menterinya bahkan sampai ke pimpinan daerah yang sudah tidak netral melakukan kampanye sudah kami laporkan, juga diduga tindakan pidana penghinaan terhadap agama dan tokoh tokoh serta ulama sudah kami laporkan, namun tak satu pun diproses oleh kepolisian sebagai langkah awal proses hukum," kata Novel.

Saat ini, ujar Novel, PA 212 sudah berusaha mendampingi Slamet Ma'arif dalam pelaporan dugaan kampanye saat Tabligh Akbar PA 212 di Solo Raya.

Tim Advokasi BPN Prabowo-Sandiaga serta Divisi Hukum PA 212 mendampingi Slamet saat diperiksa di Polresta Solo. Novel tidak memungkiri kemungkinan menempuh opsi pra peradilan. Namun, setelah penetapan tersangka, PA 212 menunggu keputusan Ma'arif.

"Kemungkinan kita upayakan pra peradilan nanti tergantung keputusan tim advokasi Ustadz Slamet Ma'arif," kata Novel.

Polisi menetapkan Ketua Presidium Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif sebagai tersangka terkait dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu. Ia diduga tengah berkampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

Penyidik akan memeriksa Ma’arif pada Rabu (13/2/2019) mendatang. Ia diminta menghadap ke Posko Gakkumdu Polresta Surakarta.

“Betul, kami panggil sebagai tersangka,” kata Kapolresta Surakarta Kombes Pol Ribut Hari Wibowo, melalui keterangan tertulis, Senin (11/2/2019).

Ma’arif diduga telah melanggar Pasal 280 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j tentang kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pemanggilan Ma'arif berdasarkan surat Nomor: S.Pgl/48/II/2019/Reskrim. Jumat (1/2/2019), Komisioner Divisi Penindakan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surakarta Poppy Kusuma mendatangi kantor kepolisian setempat dengan membawa bukti dugaan pelanggaran pemilu dalam acara Tabligh Akbar PA 212 Solo, 13 Januari 2019.

Dalam kesempatan itu, Ma'arif sempat menyebutkan soal ‘2019 Ganti Presiden.’ Lantas Bawaslu Surakarta menindaklanjuti orasi tersebut. Sesuai dengan Pasal 492 UU Pemilu, Ma'arif terancam pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta dan/atau Pasal 521 UU Pemilu dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara dan denda maksimal Rp24 juta.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno