tirto.id - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Muhammad Zulfikar Rakhmat mengakui tak optimistis dengan rencana Cina mendanai proyek Belt and Road Initiative (BRI) dengan skema bisnis. Indonesia jadi salah satu negara tujuan investasi skema ini.
Ia menilai rencana pemerintah Cina untuk melakukan pendekatan secara business to business (b to b) belum tentu banyak memiliki efek. Alasannya, lantaran perusahaan Cina masih memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Cina.
Meskipun, kata Zulfikar, Cina meyakinkan tidak terlibat sedominan dulu dalam investasi skema bisnis, namun sehingga tak bisa langsung dipercayai.
"Saya skeptis ya. Penggunaan skema b to b belum tentu bisa seperti itu. Mayoritas aktor dalam BRI ini kan State Own Enterprise," ucap Zulfikar saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (26/4/2019).
Menurut dia, secara tidak langsung pemerintah Cina tetap terlibat dalam proyek-proyek yang diklaim sebagai kerja sama bisnis ini.
"Perusahaan di Cina kan rata-rata berada di bawah Partai Komunis Cina. Walaupun menggaungkan b to b dan sebagainya, pemerintah Cina masih berperan penting," tambah Zulfikar.
Zulfikar mengatakan, kendati KTT BRI telah membukukan sejumlah kesepakatan, namun sejumlah negara yang terlibat tetap memandang soal keterlibat pemerintah Cinta dalam investasi asing. Alhasil, kata dia, langkah pemerintah Cina ini katanya bisa jadi tak banyak mengubah situasi.
"Pemerintah Cina masih berperan penting. Kelihatannya negara-negara juga paham tentang ini. Jadi tidak akan begitu banyak mengubah situasi," ucap Zulfikar.
Sebelumnya, Staf Khusus Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Atmadji Sumarkidjo mengatakan pemerintah akan menolak opsi investasi Cina yang menggunakan skema Government to government (G to G). Sebaliknya, pemerintah katanya hanya membuka opsi business to business (B to B).
Atmadji menuturkan sebuah tim kecil yang dipimpin oleh Menko Luhut telah melakukan kajian terhadap negara-negara yang sempat jatuh ke dalam jebakan utang Cina.
Terutama kondisi negara yang berujung pada gagal bayar serta penguasaan aset negara oleh perusahaan Cina.
"Begitu diminta sebagai penanggung jawab investasi dari Tiongkok, keputusan pertama Menko Luhut adalah menolak skema G to G. Hal ini berdasarkan studi tim mengenai jeratan utang beberapa negara," ucap Atmadji kepada reporter Tirto saat ditemui di Gedung Menko Kemaritiman pada Kamis (25/4/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali