Menuju konten utama

Skandal Korupsi Kader Demokrat

Ditetapkannya I Putu Sudiartana sebagai tersangka korupsi oleh KPK, tentu menambah panjang daftar politisi Partai Demokrat yang menjadi pesakitan komisi antirasuah. Partai berlambang mercy pun langsung merespons dengan cepat. Demokrat meminta KPK mengusut tuntas kasus OTT terhadap Sudiartana dengan tetap mempertahankan praduga tak bersalah.

Skandal Korupsi Kader Demokrat
Pintu ruang kerja anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana disegel oleh KPK di kompleks parlemen Senayan, Jakarta. Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 28 Juni pukul 21.00 WIB cukup mengejutkan. Oknumnya adalah I Putu Sudiartana (IPS), salah satu tamu yang hadir dalam buka bersama di gedung KPK, Jakarta di hari yang sama, dua jam sebelum OTT.

Kabar tertangkapnya Sudiartana ini juga mengejutkan para koleganya di Komisi III. Mereka tidak mengira kalau politisi Partai Demokrat itu akan menjadi pesakitan KPK, karena dua jam sebelumnya Sudiartana terlihat akrab dengan Ketua KPK Agus Rahardjo.

Komisi antirasuah kemudian menyegel ruang kerja Wakil Bendahara Umum DPP Partai Demokrat itu. Ruang kerja Sudiartana dengan nomor 0906 di lantai 9 Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan telah ditempel kertas segel dan garis batas KPK.

Rabu malam, 29 Juni 2016 KPK resmi menetapkan Sudiartana sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait rencana pembangunan 12 proyek ruas jalan di Sumatera Barat.

“Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam, KPK memutuskan tersangka IPS, NOP, dan SHM sebagai penerima suap dan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers, Rabu malam.

Sudiartana diduga menerima Rp500 juta yang diberikan melalui transfer ke tiga rekening berbeda, salah satunya ke rekeningnya. Dari bukti transfer yang ditemukan komisi antirasuah itu, pertama sebesar Rp150 juta, kedua sebanyak Rp300 juta, dan transfer terakhir Rp50 juta. Namun, KPK masih mendalami commitment fee yang dijanjikan pada Sudiartana.

Ditetapkannya Sudiartana sebagai tersangka ini tentu menambah panjang daftar politisi Partai Demokrat yang menjadi pesakitan komisi antirasuah itu. Sebelum Sudiartana, sederet nama beken di partai berlambang mercy tersebut telah memakai rompi orange. Sebut saja, mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Nazaruddin adalah petinggi Partai Demokrat pertama yang ditetapkan KPK dalam kasus suap proyek Wisma Atlet Sea Games. Kasus yang menimpa dirinya ini kemudian menyeret nama beken lainnya, seperti Angelina Patricia Pingkan Sondakh, Andi Malarangeng, dan mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Dalam kasus ini, nama “pangeran” partai Demokrat, Edy Baskoro Yudhoyono atau Ibas bahkan pernah disebut dalam persidangan.

Anggota Partai Demokrat tidak hanya terjerat kasus Wisma Atlet. KPK juga menetapkan Jero Wacik [Menteri ESDM ] dalam korupsi pengadaan proyek di Kementerian ESDM tahun anggaran 2011-2013. Akibatnya, Jero yang terpilih dalam pemilu legislatif sebagai anggota DPR RI batal dilantik karena komisi antirasuah terlebih dahulu menetapkannya sebagai tersangka.

Kasus lain yang tak kalah hebohnya adalah suap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013 yang menyeret nama “artis” Indonesia Lawyers Club (ILC), Sutan Bhatoegana. Pria yang identik dengan slogan “ngeri-ngeri sedap” itu kini telah mendekam di balik jeruji besi.

Selain nama-nama di atas, ada satu lagi nama tenar di Partai Demokrat yang menjadi pasien KPK, yaitu Hartati Murdaya. Perempuan kelahiran Jakarta, 1946 yang pernah dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia nomor 13 versi Majalah Forbes, 2008 ini merupakan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. Hartati divonis 2 tahun 8 bulan penjara karena terbukti bersalah dalam suap kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.

Sederet nama di atas hanya sebagian kecil dari politisi Partai Demokrat yang terbelit masalah korupsi. Sebab, dalam penelusuran tirto.id, setidaknya kurang lebih ada 36 orang kader Partai Demokrat yang tersandung kasus korupsi.

Reaksi Demokrat

Kabar ditangkapnya Sudiartana oleh KPK langsung direspons sang nahkoda partai. Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung memanggil seluruh petinggi partai, mulai dari dewan kehormatan hingga Fraksi Demokrat di DPR RI ke Cikeas, Bogor guna menyikapi tertangkapnya politisi asal Bali itu.

Respons cepat SBY wajar. Ia tidak mau melihat elektabilitas partai yang dirintisnya itu hancur menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang akan dilaksanakan pada 2017 mendatang. Sebab, kejadian pemilu 2014, di mana kasus korupsi membelit partai mercy itu, menyebabkan perolehan suara Partai Demokrat turun drastis dibandingkan dengan perolehan hasil pemilu 2009.

Misalnya, pada pemilu 2014, partai yang telah mengantarkan SBY menjadi Presiden Republik Indonesia selama dua periode itu hanya menempati urutan keempat dengan perolehan 12.728.913 suara atau hanya 10,9 persen. Padahal pada pemilu sebelumnya, Partai Demokrat menjadi juara umum atau partai pemenang pemilu dengan perolehan 21.703.137 suara atau 20,85 persen.

Anjloknya perolehan suara sampai 10 persen itu bukan semata-mata karena Partai Demokrat tidak pandai dalam mengait suara pemilih. Namun, hal itu disebabkan karena kader-kader terbaiknya, seperti Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, Muhammad Nazarudin, Jero Wacik, Angelina Sondakh, terjerat kasus korupsi. Selain itu, kekecewaan publik terhadap kinerja pemerintahan SBY selama dua periode, tentu juga berkontribusi terhadap merosotnya suara Partai Demokrat.

“Pasti ada faktor [kader Partai Demokrat yang korupsi] itu, tapi yang utama adalah kerja pemerintah yang dianggap tidak memuaskan publik,” kata Anas Urbaningrum, April 2014 silam seraya menyindir kinerja SBY.

Pernyataan Anas terbukti benar. Hal itu terkonfirmasi dari hasil jajak pendapat Lembaga Survei Jakarta (LSJ) menjelang pemilu 2014. Survei tersebut menyebut elektabilitas Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera semakin merosot enam hari menjelang pemilu legislatif yang bakal digelar pada 9 April 2014 lampau.

“Hasil survei kami menunjukkan elektabilitas Demokrat dan PKS akan terjerembab. Mereka akan kehilangan jutaan simpatisan,” kata peneliti LSJ Syaiful Syam dalam konferensi pers di Jakarta, seperti dikutip dari laman viva.co.id, April 2014 silam.

Salah satu penyebab runtuhnya elektabilitas Partai Demokrat, masih menurut survey LSJ, adalah karena mereka tidak berhasil melakukan konsolidasi internal. Belum lagi mantan petinggi partai yang dibangun SBY itu terjerat sejumlah kasus korupsi, sehingga publik tidak lagi percaya pada Partai Demokrat yang telah diberi amanah selama dua periode pemerintahan.

Pakta Integritas

Partai Demokrat seolah tidak mau jatuh di tangga yang sama. Banyaknya kasus korupsi yang menjerat para kader partai telah menyebabkan elektabilitas partai itu anjlok, maka, tak ada pilihan lain selain berbenah. Caranya? Dengan penandatanganan Pakta Integritas.

SBY, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat mengatakan, Pakta Integritas yang harus ditandatangani seluruh kader adalah bentuk campur tangannya untuk mengarahkan dan menaikkan pamor partai kembali ke arah yang benar. Dalam penandatanganan Pakta Integritas itu, para Ketua DPD hadir menyaksikan hari bersejarah tersebut.

Pakta Integritas yang harus ditandatangani kader pada 10 Februari 2013 silam itu sedikit melegakan. Tak ada kasus korupsi yang cukup menyedot perhatian publik yang melibatkan kader partai berlambang mercy lagi.

Kasus OTT yang dilakukan KPK terhadap Sudiartana kembali mengingatkan publik pada Pakta Integritas yang diagung-agungkan SBY dan sejumlah petinggi Partai Demokrat. Sebab, Sudiartana memiliki jabatan strategis di partai berlambang mercy itu, yakni sebagai wakil bendahara umum. Apalagi, kesan yang terbangun dalam persepsi publik, bendahara dan wakil bendahara adalah mesin ATM partai.

Karena itu, untuk mencitrakan Partai Demokrat sebagai partai antikorupsi dan konsisten pada Pakta Integritas yang digagas pada 2013 silam, maka SBY bergerak cepat merespons situasi yang terjadi.

Salah satu responsnya adalah, DPP Partai Demokrat meminta KPK mengusut tuntas kasus OTT terhadap Sudiartana dengan tetap mempertahankan praduga tak bersalah. “Kami meminta KPK mengusut tuntas dan jelas dengan asas praduga tak bersalah,” kata Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan, seperti dikutip Antara.

Menurut Syarief, pihaknya sangat menyesalkan tindakan Sudiartana yang melakukan tindakan melawan hukum karena Partai Demorat tidak bisa menolerirnya.

Selain itu, lanjut Syarief, Partai Demokrat memiliki komisi pengawas yang akan mengambil sikap tegas terkait apapun hasil dari pemeriksaan KPK terhadap Sudiartana. Partai Demokrat juga tidak akan memberikan pendampingan hukum bagi Sudiartana karena partai tersebut sedang berbenah diri.

Akankah kasus OTT ini berhenti di Sudiartana atau ada kader Partai Demokrat lain yang terseret, seperti yang terjadi pada kasus Nazaruddin? Kita tunggu perkembangan kasusnya.

Baca juga artikel terkait HUKUM atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti