tirto.id - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menilai ada salah prosedur dalam memberi hukuman siswa sebuah SD di Depok, karena belum membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP)
Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudyaan Kemendikbud, Chatarina Muliana Girsang mengatakan, sekolah seharusnya bisa bersikap bijaksana dengan mengawali surat teguran atau mendatangi orang tua murid daripada menghukumnya.
"Mungkin orang tua yang bersangkutan lagi mendapat musibah. Jika yang bersangkutan tidak mampu, saran saya silahkan ke dinas sosial. Mintakan KIP (Kartu Indonesia Pintar)," ujar kepada Tirto, Selasa (29/1/2019).
Diketahui, siswa SD itu mengalami trauma fisik dan mental akibat hukuman 100 kali push up oleh sekolah.
Chatarina menambahkan, dalam aturan soal pendidikan formal, tidak pernah ada perjanjian awal, murid yang belum melunasi SPP, dihukum secara fisik.
"Tidak diperkenankan [menghukum begitu], SPP kan tanggung jawab orang tua, jangan anak yang mendapatkan sanksi dengan hukuman fisik seperti itu," kata dia.
Kemendikbud, kata dia, belum menyiapkan langkah untuk merespon kasus tersebut, karena, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, sedang menunaikan ibadah umrah.
"Mungkin sudah dari dikdasmen (dinas pendidikan setempat) yah. Namun belum bisa dipastikan bentuk tindak lanjut, karena Pak Dirjen lagi umrah," ujarnya.
Ia justru mempertanyakan terkati hukuman yang sudah diberikan, belum tentu mengganti SPP yang belum dibayar.
"Kalau anaknya sudah mendapat sanksi secara sepihak, apakah masih harus membayar SPP? Kalau orangtua masih bayar SPP juga, berarti sekolah mau mengatur suka-suka," ujar dia.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, hukuman itu menyakiti dan membahayakan anak.
“Itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan fisik dan psikis, berpotensi kuat melanggar pasal 76C UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak,” kata Retno.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali