Menuju konten utama

Sisi Lain Perselingkuhan: Jatuh Cinta pada Orang Selain Pasangan

Jatuh cinta, pada siapa pun dalam kondisi apapun, selalu datang dengan konsekuensi. Intinya, jangan pernah abaikan komunikasi dan kejujuran pada pasangan.

Sisi Lain Perselingkuhan: Jatuh Cinta pada Orang Selain Pasangan
Ilustrasi Cinta Selain Pasangan. tirto.id/Quita

tirto.id - Isu perselingkuhan, terlepas konteksnya personal, bisa dibilang sudah jadi urusan publik saking mudahnya diakses—sekaligus dihakimi—oleh siapa pun di ruang digital.

Bersamaan dengan itu, sebagaimana tercermin di jagad X (Twitter) belakangan ini, bertebaran jejak-jejak dokumentasi aksi menegangkan oleh pihak-pihak yang berhasil membongkar kasus perselingkuhan pasangan sahnya.

Kebanyakan warganet berfokus pada yang tersakiti akibat perselingkuhan pasangannya. Sebagian lainnya terang-terangan menyudutkan pihak “pelakor”, sementara ada pula yang menyoroti ketimpangan sanksi sosial antara laki-laki dan perempuan yang berselingkuh.

Munculnya sebutan “pelakor” juga dipandang sebagai refleksi betapa tidak adilnya penghakiman terhadap kasus perselingkuhan. Perempuan mendapat stigma lebih buruk dan konsekuensi lebih besar dibanding laki-lakinya.

Terlepas dari wacana perselingkuhan dan “pelakor”, ada hal lain yang mencuat dari isu ini: perkara jatuh cinta lagi, tapi bukan pada pasangan.

Yup, hal itu bisa terjadi pada siapa pun—namun acap kali disembunyikan lantaran kuatnya benteng-benteng norma berelasi atau ketakutan melukai pasangan.

Dalam artikel berjudul “One Woman's Tale of Marital Survival After Falling For Another Man”di Vogue, Marcia Desanctis menceritakan pengalamannya jatuh cinta pada laki-laki lain ketika ia sudah 16 tahun menyandang status istri orang.

Marcia berusia 40 tahun ketika memutuskan kembali ke bangku kuliah, mengambil program magister Hubungan Internasional, dan bertemu laki-laki berinisial R. Pertemuan rutin di kelas serta residensi di kampus dan di Asia menumbuhkan kedekatan Marcia dan R.

Perempuan yang sempat jadi produser televisi ini menikmati setiap kebersamaan dengan R, menyukai setiap gerik si pekerja amal tersebut, kendati dia mengakui pernikahannya baik-baik saja. Marcia masih tetap menyayangi suaminya.

Waktu berlalu dan keintiman mereka secara emosional berkembang menjadi rasa cinta buat Marcia.

Header Diajeng Cinta Selain Pasangan

Ilustrasi Cinta Selain Pasangan. FOTO/iStockphoto

“Dia membuatku tertawa, kami saling mengagumi satu sama lain, dan melihat hal-hal dari sudut pandang serupa,” aku perempuan yang senang menulis novel ini.

Kemudian, Marcia mulai mengabaikan moralitas, alasan rasional, serta kesetiaan pada suami dan anak. Pada waktu sama, ia tetap menjalankan perannya sebagai istri dan ibu.

“Adalah sebuah kejahatan dan hal yang kusesali sampai mati bila aku mengabaikan cinta romantis ini,” papar Marcia.

Begitu ia menyatakan perasaan dan harapan untuk melanjutkan hubungan dengan R, laki-laki itu menolak. Ia masih mempertimbangkan status perkawinan Marcia.

Perempuan itu pun kembali ke keluarganya, membawa pikiran-pikiran seperti “seandainya aku belum menikah” dan “seandainya aku dan R bertemu di periode kehidupan lain”.

Marcia pada akhirnya mengaku kepada suaminya bahwa ia sempat jatuh cinta pada orang lain. Alih-alih murka dan kecewa, sang suami memahami kondisi Marcia dan memaafkannya. Suami Marcia percaya, bila sudah takdir, perkawinan mereka akan berlanjut seterusnya.

“Bagi suamiku, pengampunan bukan aksi heroik atau buat kepuasan diri, melainkan sesuatu yang menunjukkan belas kasih dan persahabatan yang mendalam… Kesetiaan bukan ditujukan pada pribadi, melainkan pengabdian dan kenangan, dan ini tak layak untuk dikorbankan,” tutur Marcia.

Kejadian jatuh cinta lagi pada orang lain membuat Marcia berpikir, di kesempatan lain bisa saja sang suami yang berada di posisinya. Inilah yang memungkinkan sang suami lebih mudah memahami situasi Marcia dan meninjau ulang soal empati kepada pasangan.

Sebagian orang boleh jadi mengalami pengalaman seperti Marcia: mencintai orang baru dan secara bersamaan tetap menyayangi pasangan.

Meski begitu, beberapa orang lainnya bisa saja sudah lebih dulu punya masalah dalam relasi sebelum akhirnya berpaling kepada yang lain.

Dikutip dari Science of Relationships, Dr. Gary Lewandowski, dosen psikologi dari Monmouth University, New Jersey menyampaikan temuan studi bahwa orang-orang dengan tingkat kepuasan berelasi dan komitmen tinggi cenderung tidak mengalihkan perhatiannya pada orang lain.

Kepuasan berelasi tak hanya menyangkut persona atau kebiasaan pasangan saja, melainkan juga menyangkut kesempatan seseorang untuk mengembangkan dirinya.

Semakin seseorang merasa dikekang, semakin mungkin ia mencari cara untuk bebas atau kenyamanan lewat relasi dengan orang lain.

Saat kamu jatuh cinta pada orang lain, kamu sangat mungkin menutupi kenyataan itu dari pasangan. Mengakui rasa cintamu kepada orang lain di hadapan pasanganmu tentu terasa tabu karena norma relasi monogami yang berdiri kokoh.

Norma monogami ini pula yang membentuk rasa cemas, bersalah, atau sesal saat kamu menyayangi orang lain. Gejolak perasaan seperti inilah salah satu ganjalan dalam relasi.

Header Diajeng Cinta Selain Pasangan

Ilustrasi Cinta Selain Pasangan. FOTO/iStockphoto

Ganjalan lain datang ketika pengakuan jatuh cinta pada orang lain diterima oleh pasanganmu. Hal ini, seperti ditulis Mark D. White dalam artikelnya di Psychology Today, bisa saja dianggap sebagai ancaman dalam hubungan kalian; sewaktu-waktu pihak ketiga bisa mengambil “sumber-sumber daya” pasangan, baik berupa materi, waktu, tenaga, maupun perhatian dan kasih sayang.

Tak pelak, upaya-upaya mengontrol tindak-tanduk pasangan pun dipilih demi menyelamatkan hubungan.

Rasa tidak aman bersentuhan dengan isu penilaian diri seseorang. Ketika pasanganmu mendapati dirimu jatuh cinta dengan orang lain, akan muncul pikiran bahwa dirinya tak cukup baik buatmu.

Kombinasi rasa tidak aman dan sikap mengontrol di satu pihak dengan perasaan tidak dimengerti bahwa jatuh cinta kepada orang lain adalah hal yang tak terhindarkan seperti inilah yang bisa mendatangkan kiamat bagi hubungan romantis, demikian disampaikan Sharon Glassburn, terapis pernikahan dan keluarga dari Chicago dalam situs Good Therapy.

Apabila kamu jatuh cinta pada orang lain dan pada waktu sama masih ingin mempertahankan hubungan dengan pasanganmu, kamu perlu mengkomunikasikan isi hati dan pikiran dengan pasanganmu secara jujur.

Seperti pengalaman Marcia, hal-hal yang telah dilalui dengan pasangan serta isu kepuasan berelasi di masa depan bisa menjadi pertimbangan seseorang sebelum membuat keputusan.

Jatuh cinta, dengan siapa pun dan dalam keadaan apa pun, tak pernah datang tanpa konsekuensi! Ujian kepercayaan, tanggung jawab terhadap komitmen, serta kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain menjadi PR yang akan menanti apabila kamu jatuh cinta bukan pada orang yang sama.

* Artikel ini pernah tayang di tirto.idpada 22 Februari 2018. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk keperluan redaksional diajeng.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani & Sekar Kinasih