tirto.id - Nama Lin Manuel Miranda tentunya terdengar familiar di telinga penggemar film musikal dan juga broadway. Setelah keberhasilannya dalam drama animasi Moana, ia kembali menyita perhatian publik melalui karya terbarunya, In The Heights, sebagai produser sekaligus komposer musik.
In The Heights (2021) merupakan adaptasi dari drama musikal di bawah judul yang sama, berhasil membawa Lin Manuel Miranda merebut empat piala Tony sekaligus. Film berdurasi dua setengah jam ini disutradarai oleh Jon M. Cu yang sebelumnya hadir melalui The Crazy Rich Asians (2018).
Dibintangi oleh aktor broadway Anthony Ramos bersama aktris dari Meksiko Melissa Barrera, In The Heights, menjadi film karya Lin Manuel Miranda yang sudah lama dinantikan oleh pecinta drama musikal.
Sempat dikabarkan batal tayang di tahun 2020 akibat pandemi Covid-19, akhirnya In The Heights pun rilis di pertengahan Juni tahun ini. Mendapatkan respon positif dari banyak pihak, Tomatometer memberikan rating 95 persen dan skor 94 persen dari penonton, dilansir dari laman Rotten Tomatoes. Tak hanya itu, 27,000 pengikut di laman IMDB memberikan In The Heights rating 7,5/10.
Keberanian Miranda dan Cu dalam mengangkat isu-isu sosial seperti rasisme, diskriminasi, gentrifikasi dan DACA memberikan nilai tambah pada film In The Heights. Walaupun demikian, tema film yang cukup berat ini dikemas dengan penyajian yang ringan nan ceria, ditambah dengan koreografi salsa yang memukau serta kombinasi musik bergenre hip-hop, rap, dan jazz yang menyulap para pecinta film untuk ikut turut berdansa.
Sinopsis Film In The Heights
Disambut dengan alunan musik jazz yang memukau, film ini mengisahkan perjalanan seorang imigran bernama Usnavi yang hidup berdampingan dengan komunitas amerika-latin di Manhattan.
Washington Heights yang identik dengan tingkah jenaka si penjual piragu serta aroma kafecito caliente, menjadi saksi bisu bagi Usnavi dan teman-temannya dalam merajut mimpi.
Usnavi, memiliki tekad untuk merintis usaha pribadi di kampung halamannya, Republika Dominika setelah lama bergantung pada bodega sebagai sumber mata pencaharian. Hidup serba sederhana, ia ingin ‘pulang’ dan beradu nasib demi menaikan derajatnya.
Dalam misi untuk kembali ke kampung halaman, ia juga berjanji untuk membawa Claudia, tetangga yang sudah dianggap seperti nenek kandungnya, dan sepupunya Sonny untuk ikut bersamanya.
Pada awalnya, Claudia dan Sonny tidak langsung menyetujui ajakan pria berusia 24 tahun itu. Hal ini dikarenakan penghasilan mereka yang minim, sehingga mimpi Usnavi menjadi kurang realistis. Namun, Usnavi selalu mengatakan dalam nyanyiannya bahwa "jika kita memiliki sebuah impian, kita harus berusaha keras untuk menggapainya".
Di lain sisi, sahabat Usnavi bernama Nina yang sudah berhasil menggapai mimpinya untuk berkuliah di Stanford justru kembali ke Washington Heights. Ia memilih untuk berhenti dengan alasan diskriminasi yang kerap ia temui terhadap kaum minoritas dengan kulit berwarna gelap seperti dirinya.
Ia pernah dituduh mencuri barang milik teman sekamarnya, ia semakin menenggelamkan mimpinya untuk menjadi wanita pertama yang mendapatkan gelar pendidikan di komunitasnya.
Merasa dinomorduakan sebagai imigran di Amerika Serikat, Nina pun meyakinkan sang papa untuk meninggalkan kuliah demi membela Washington Heights dalam mencari keadilan.
Selain menyoroti perjalanan Usnavi dan para sahabatnya, In The Heights juga memberikan pandangan mengenai kehidupan para imigran di Amerika Serikat yang penuh tekanan. Kisruh di tengah Washington Heights berlandaskan pemerintah yang tidak dapat memenuhi hak-hak para imigran, membuat Usnavi dan para sahabatnya geram.
Usnavi pun terjebak dalam dilemma. Apakah mengejar el suenito atau mimpinya merupakan keputusan yang tepat?
Penulis: Maysa Ameera Andarini
Editor: Yantina Debora