Menuju konten utama

Sinopsis Film The Platform: Kritik Sosial Berlatar Penjara Aneh

Sinopsis film The Platform: kisah bertema kritik sosial dengan latar penjara aneh. The Platform telah meraih banyak penghargaan pada 2019-2020.

Sinopsis Film The Platform: Kritik Sosial Berlatar Penjara Aneh
Ilustrasi nonton film. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Belakangan ini semakin marak film yang menyampaikan kritik sosial secara terang-terangan, salah satunya adalah The Platform. Sebuah karya asal Spanyol dengan judul asli El Hoyo.

Sejak penayangan perdananya pada Toronto International Film Festival di tahun 2019 silam, film garapan sutradara Galder Gaztelu-Urrutia itu memenangkan sejumlah penghargaan dan nominasi dari berbagai festival film.

Film The Platform tercatat memenangkan penghargaan Días de Cine Awards 2020, European Film Awards 2020, dan Fant, Bilbao Fantasy Film Festival 2020.

The Platform pun masuk nominasi buat kategori Best Spanish Film di ASECAN 2020. Nominasi dari kategori Best New Director juga diraih Galder Gaztelu dalam Cinema Writers Circle Awards 2020.

Dengan total pencapaian menang dalam 12 kategori dan sebagai nominee pada 20 kategori, tidak heran The Platform mendapat skor tomatometer 80 persen dan rating 7/10 di IMDb dari 164.456 penilai.

Sinopsis Film The Platform

Dalam durasi 1 jam 34 menit, pengambilan gambar di The Platform kebanyakan berlatar tempat sebuah penjara bertingkat serupa menara. Ada konstruksi beton dengan lubang besar di tengah pada setiap sel yang tersusun secara vertikal. Setiap sel itu dihuni 2 orang dan dilengkapi tempat tidur serta wastafel dan toilet sederhana.

Uniknya para penghuni penjara tersebut tidak semuanya pelaku kriminal, beberapa dari mereka secara sukarela mendaftarkan diri untuk masuk. Goreng (Ivan Massagué) salah satunya.

Alkisah, dengan tujuan hanya untuk berhenti merokok, Goreng mengajukan diri masuk ke Vertical Self-Management Center, istilah resmi untuk penjara tersebut. Tanpa beban, ia mendaftar untuk waktu 6 bulan dengan timbal-balik sebuah gelar "sarjana."

Singkat cerita, Goreng terbangun di sebuah sel bersama dengan buku Don Quijote sebagai benda satu-satunya yang ia bawa selama menjalani ‘terapi.’ Bersama Trimagasi (Zorion Eguileor), lantai 48 menjadi sel pertama bagi Goreng. Beda dari Goreng, rekan satu selnya itu masuk ke penjara karena tidak sengaja membunuh orang.

Saat baru masuk penjara, Goreng yang masih dalam kondisi linglung dikagetkan dengan turunnya sebongkah batu besar melalui lubang yang menembus atap dan lantai selnya.

Bongkahan yang dinamakan ‘platform’ berfungsi mengantarkan makanan bagi para penghuni dari lantai paling atas sampai paling bawah, dengan durasi sekali sehari.

Baru sampai lantai 48, makanan di platform tampak sangat tidak layak konsumsi. Padahal tidak ada yang tahu lantai terbawah dari penjara ini berhenti di level berapa.

Para penghuni di bawah hanya bisa menerima apa yang penghuni atasnya sisakan. Namun, apabila penghuni berusaha menimbun makanan, secara otomatis suhu ruangan akan berubah jadi panas atau dingin sekali.

Setiap bulannya, para penghuni penjara itu akan berpindah ke lantai lain secara acak tanpa ada alasan pasti dalam penentuan level. Pada bulan kedua, Goreng terbangun dengan kondisi terikat di ranjangnya.

Ternyata, pelakunya tak lain adalah Trimagasi, teman satu selnya. Tujuan Trimagasi mengikat sang rekan satu selnya tidak lain untuk "bertahan hidup" selama sebulan kedepan di sel level 171.

Di sel bagian bawah itu, Trimagasi harus "puasa" selama kurang lebih seminggu sebab tidak ada lagi makanan tersisa saat platform sampai di lantai 171. Maka itu, Trimagasi ingin mengonsumsi bagian tubuh Goreng, berbekal pisau yang ia bawa ketika masuk penjara.

Untungnya, sebelum niat Trimalgasi terwujud, Goreng diselamatkan oleh seseorang yang bernama Miharu (Alexandra Masangkay). Kebetulan Miharu sedang sedang menyusuri lantai demi lantai sel di penjara tersebut dengan menaiki platform, untuk mencari anaknya. Selain melepas Goreng dari kondisi terikat, Miharu juga merawatnya sebelum melanjutkan pencarian sang anak.

Sebulan berlalu, para tahanan kembali dipindah selnya. Kali ini, Goreng menempati sel di level 33 bersama Imoguiri (Antonia San Juan) yang ternyata mantan pegawai Vertical Self-Management Center.

Imoguiri berusaha membentuk pola pikir saling berbagai makanan dengan menyiapkan 2 porsi yang kurang lebih sama untuk penghuni lantai bawahnya. Akan tetapi, imbauan itu tidak pernah didengar sampai Goreng memaksa tahanan di sel bawahnya dengan sebuah ancaman.

Imoguiri pun sempat bercerita tentang pengalamannya ketika bekerja sebagai karyawan di Vertical Self-Management Center yang sama sekali tidak mengetahui kondisi di dalam. Dirinya hanya tahu bahwa lantai terbawah dari bangunan penjara vertikal itu berada di level 250.

Sampai akhirnya, Imoguiri masuk dalam pusat rehabilitasi tersebut lantaran didiagnosa mengidap kanker. Sekalipun masuk penjara secara sukarela, pada perpindahan selanjutnya, Imoguiri tidak sanggup menghadapi realita dirinya berada di sel 202.

Terbangun belakangan, Goreng yang kembali menjadi teman selnya menemukan Imoguiri sudah tidak bernyawa. Dengan kondisi tubuh yang memburuk disertai kepergian teman satu sel, keadaan Goreng semakin terganggu.

Situasi sel yang berada di bagian terdalam terus menekannya. Bayang-bayang soal Trimagasi dan Imoguiri terus menghantuinya selama menghuni sel di level 202.

Goreng terlalu sering berhalusinasi hingga ia tak sadarkan diri. Sampai akhirnya ia terbangun dan berada di level 6 bersama Baharat (Emilio Buale).

Berdekatan dengan lantai 0, lokasi asal pendistribusian makanan, membuat sel itu sangat nyaman, karena penghuninya tidak akan kelaparan. Lantas dengan kenyamanan itu akankah Goreng masih akan berusaha memberontak?

Baca juga artikel terkait FILM FESTIVAL atau tulisan lainnya dari Farizqa Ayuluqyana Putri

tirto.id - Film
Kontributor: Farizqa Ayuluqyana Putri
Penulis: Farizqa Ayuluqyana Putri
Editor: Addi M Idhom