Menuju konten utama

Simpang Siur Kasus Penggerebekan Gudang Beras Maknyuss

Polri memberikan beberapa penjelasan pasca penggerebekan gudang beras merek Maknyuss dan Cap Ayam Jago pekan lalu. Beberapa klarifikasi disampaikan kepolisian, menanggapi informasi yang sempat beredar.

Simpang Siur Kasus Penggerebekan Gudang Beras Maknyuss
Kapolri Jenderal Tito Karnavian beserta Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, menggerebek gudang beras PT IBU di Bekasi. FOTO/kementan

tirto.id - Pasca operasi penggerebekan gudang beras milik PT Indo Beras Utama (PT IBU) berisi 1.161 ton beras merek Maknyuss dan Cap Ayam Jago di Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat, Kamis malam (20/7) oleh Tim Satgas Pangan Polri, berbagai informasi bermunculan antara lain soal tudingan pengoplosan beras subsidi yang dianggap menggunakan jenis beras IR64, jumlah keuntungan ratusan triliunan rupiah, hingga soal stok di gudang PT IBU yang mencapai jutaan ton, dan sebagainya.

PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPSF), selaku induk usaha dari PT Indo Beras Utama (IBU) sejak awal membantah seluruh tuduhan itu. Anton Apriyantono, Komisaris Utama dan Komisaris Independen perseroan menyangkal semua berbagai informasi.

“Ada yang bilang di gudang sampai 3 juta ton, padahal tidak,” kata Anton kepada Tirto, Jumat (21/7)

“Apa maksudnya membuat kebohongan publik?” tanya Anton.

Baca juga: Tiga Pilar Bantah Soal Kasus Beras Oplosan

Merespons persoalan ini, Humas Mabes Polri memberikan berbagai penjelasan pasca kejadian penggerebekan gudang beras di gudang beras PT IBU. Salah satunya soal informasi PT IBU memainkan beras subsidi. Persoalan ini sejak awal agak rancu, karena selama ini pengertian beras subsidi adalah beras untuk masyarakat miskin yang dibeli dengan harga di bawah pasar oleh masyarakat tidak mampu.

Namun dalam konteks kasus PT IBU, Polri menegaskan subsidi yang dimaksud adalah subsidi pupuk, alsintan (alat mesin pertanian), benih, dan lain-lain yang digunakan oleh petani untuk menghasilkan beras yang berasal dari varietas IR64 atau yang setara atau impari dan ciherang. Varietas padi IR64, Ciherang, dan Impari merupakan varietas yang sekelas (setara), hanya namanya yang berbeda.

Artinya tak ada beras untuk masyarakat miskin dalam kasus ini, yang telah dipertegas oleh Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa memastikan bahwa beras oplosan itu bukan beras untuk rakyat sejahtera (rastra).

"Saya sudah tanya ke direksi Bulog, itu bukan rastra," kata Mensos Khofifah, seperti dilansirAntara, Minggu (23/7/2017).

Baca juga: Mensos Pastikan Beras Oplosan di Bekasi Bukan Rastra/Raskin

Polri menjelaskan beras jenis premium maupun medium sebenarnya berasal dari ciherang dan impari, yang sekelas dengan IR64 yang kandungan karbohidratnya tidak akan berubah setelah dilakukan proses pemolesan. Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga pernah menegaskan bahwa kasus ini terkait pemolesan beras, dibarengi dengan penetapan harga yang tak wajar.

Baca juga: Mentan Bilang Sebetulnya Tidak Ada Beras Premium dan Medium

Menurut Polri beras tersebut dibeli oleh PT IBU dengan harga Rp7.000, selanjutnya dipoles kemudian dijual dengan harga Rp20.400 atau 200% dari harga pembelian.

Polri berpegang pada harga eceran tertinggi beras dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) telah berlaku sejak 5 Mei 2017 yaitu Rp9.500 yang asalnya beras medium. Polri menegaskan yang disoal dalam kasus ini bukanlah persoalan beras medium atau beras premium, tetapi keuntungan sangat besar yang diambil dari beras subsidi yang dilakukan oleh PT IBU.

Harga yang tinggi dan dianggap tidak wajar, sehingga membuat Polri menganggap negara dirugikan, dalam konteks karena produsen maupun konsumen merupakan masyarakat umum, sehingga bisa berdampak pada inflasi.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan subsidi pemerintah ke bahan-bahan pokok seperti beras sekitar Rp448 triliun, hampir sepertiga APBN.

"Jika sampai sembako seperti beras yang disubsidi hingga ratusan triliun dipermainkan seperti ini, bukan hanya merugikan masyarakat sebenarnya, juga pemerintah,” terang Tito.

Polri juga menegaskan soal informasi terkait keuntungan ratusan triliun rupiah, adalah keuntungan yang dinikmati oleh seluruh pedagang perantara untuk sembilan bahan pokok, bukan keuntungan PT IBU saja dalam bisnis beras.

Kepolisian kembali menegaskan soal stok 3 juta ton yang dimaksud kapasitas pabrik bukan hanya PT IBU, tapi seluruh kapasitas pabrik lainnya yang ada, termasuk PT IBU. Namun, dari segala klarifikasi tersebut, Polri memastikan akan memproses bila ada pelanggaran kejahatan di bidang pangan khususnya pangan pokok seperti beras.

“Kejahatan pangan, apa pun bentuknya harus dibongkar dan dihentikan,” jelas Humas Polri dalam keterangan resminya.

Baca juga artikel terkait BERAS OPLOSAN atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Suhendra
Editor: Suhendra