Menuju konten utama

Mentan Bilang Sebetulnya Tidak Ada Beras Premium dan Medium

Mentan Amram Sulaiman memastikan semua beras berasal dari satu sumber yakni IR 64, tidak ada kategori premium dan medium.

Mentan Bilang Sebetulnya Tidak Ada Beras Premium dan Medium
Polisi menyegel gudang penyimpanan beras yang dipalsukan kandungan karbohidratnya dari berbagai merk di gudang beras PT Indo Beras Unggul, Kabupaten Bekasi, Kamis (20/7). ANTARA FOTO/Risky Andrianto

tirto.id - Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan sebetulnya tidak ada pembagian beras menjadi medium maupun premium. Hal ini disampaikan Menteri Amran untuk merespons penggerebekan pabrik beras PT Indo Beras Unggul (IBU) yang memproduksi beras Cap Ayam Jago dan Maknyus. PT IBU mengklaim bahwa beras produksi mereka merupakan beras premium meski sebenarnya diambil dari beras berkualitas medium.

“Intinya premium dengan medium itu sumbernya satu, yakni IR 64. Makanya karena terlanjur menyebut premium dan medium, maka kita tentukan saja (HET) Rp9.000,00. Maksimalnya segitu,” ujar Amran saat dijumpai di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, pada Jumat (21/7) sore.

“Yang kita tanam setara dengan IR 64 itu ada 90 persen. Itu saja diputar terus. Ganti nama, ganti karung. Tinggal dipoles saja,” tambah Amran.

Masih dalam kesempatan yang sama, Amran turut menyayangkan PT IBU yang mengambil untung berlebih. Menurut Amran, keuntungan yang didapat bisa lebih dari 100 persen.

“Petani tidak dapat apa-apa, konsumen juga menjerit. Kita sudah memasang HET, dan intinya adalah bagaimana membuat petani tetap untung. Konsumen pun diharapkan mendapat harga yang layak, dan pengusaha untung, tapi (untungnya) jangan 200 persen juga,” jelas Amran.

Kendati menyinggung kerugian yang dialami petani, Menteri Amran enggan membeberkan total kerugian pasti yang dialami negara. “Hitung saja sendiri. Belinya Rp 7.000,00, dijualnya Rp 20.000,00. Ada selisih Rp 13.000,00. Sementara itu, produksi kita mencapai 40 juta ton,” ujar Amran.

Sementara itu Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku tengah menunggu hasil penyelidikan dari kasus penggerebekan pabrik beras PT IBU.

“Kalau dari sisi kami kan lebih ke masalah perizinan ya, apakah akan dibekukan sementara atau gimana. Karena kalau dari kami memang lebih dari sisi harga dan aspek perlindungan konsumennya,” ucap Sekretaris Jenderal Kemendag Karyanto Suprih kepada Tirto via telepon pada Jumat (21/72017) sore.

Karyanto mengatakan PT IBU telah terbukti melakukan penipuan terhadap konsumen. “Seperti diungkapkan Kementerian Pertanian, beras IR 64 yang merupakan subsidi (pemerintah) diproses sedemikian rupa oleh perusahaan sehingga bisa dijual dengan harga lebih tinggi, bahkan mencapai Rp 22.000 per kilogram,” ucap Karyanto.

Lebih lanjut, Karyanto menyatakan penipuan juga terdeteksi dari pencantuman nilai gizi yang tidak sesuai dengan kondisi asli pada bagian kemasan. “Misal di situ tertulis karbohidrat berapa persen, tapi ternyata hanya sekian persen. Itu sudah diuji laboratorium. Jelas kalau mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah bentuk penipuan kepada konsumen,” kata Karyanto.

Adapun Karyanto menegaskan cakupan dari Kemendag hanya sebatas mengatur harga beras di pasaran. Sementara terkait pembagian beras medium maupun premium, Karyanto mengatakan itu merupakan keputusan dari Kementerian Pertanian.

“Kami telah menetapkan harga acuan di petani berapa, harga acuan di konsumen berapa. Untuk HET (harga eceran tetap) sendiri adalah Rp 9.000,00, dan itu tidak membedakan apakah untuk yang medium atau premium. Semua sama,” tutur Karyanto.

Sebagaimana diketahui, gudang beras milik PT IBU di Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat telah digerebek oleh jajaran penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri pada Kamis (20/7) malam. Dari penggerebekan tersebut, tim berhasil menemukan 1.161 ton beras yang diketahui beras subsidi namun dalam kemasan beras premium.

Baca juga artikel terkait MAFIA BERAS atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH