Menuju konten utama

Silakan Pilih: Dipecat atau Berbisnis di Umur 35

Usia 35 tahun adalah masa kritis seorang pekerja. Anda harus bersiap-siap.

Silakan Pilih: Dipecat atau Berbisnis di Umur 35
Ilustrasi pekerja. FOTO/Istimewa

tirto.id - Afifah (25 tahun), sedang galau. Ia mendapat promosi kerja dan beasiswa dari kantor untuk melanjutkan S2. Tapi dengan syarat, harus mau dikontrak selama 15 tahun. Itu berarti, hingga umur 40 Afifah harus terus menjadi buruh di tempat yang sama.

“Padahal aku berencana resign dua tahun lagi. Pekerjaanku membosankan, mau usaha saja,” tuturnya.

Baca juga: Berburu Beasiswa LPDP

Afifah merupakan salah satu bagian generasi milenial yang mulai bosan dengan rutinitas pekerjaannya. Ia tak sendiri. Menurut penelitian terhadap 25.000 pegawai di Inggris oleh perusahaan sumber daya manusia, Robert Half. Sebanyak 8 persen pegawai berumur 18-34 tahun segolongan dengannya. Yakni merasa tak bahagia dengan pekerjaan yang dilakoni.

Jumlah ini makin meningkat pada pekerja berusia 35-54 tahun, menjadi 16 persen, dan naik 1 persen pada orang-orang berusia di atas 55 tahun. Selidik punya selidik, tekanan keluarga dan finansial merupakan faktor yang membuat tingkat kebosanan terhadap pekerjaan naik drastis di umur 35 tahun.

Dihitung dengan standar umum, periode bergelut dengan dunia kerja dimulai pada umur 22 tahun. Jika saat umur 35 tahun masih melakoni pekerjaan yang sama, itu artinya 13 tahun hidup Anda didedikasikan hanya untuk bekerja. Setiap Senin hingga Jumat diisi rutinitas berangkat pagi dan pulang malam bersama dengan kemacetan.

Baca juga: Sepeda Motor, Sebab atau Solusi kemacetan?

Hanya ada Sabtu dan Minggu sebagai waktu berkumpul bersama keluarga atau bersosialisasi. Itu pun kadang tak maksimal, karena kebanyakan orang memilih mengisi ulang energinya dengan tidur, ataupun sekadar leyeh-leyeh. Maka, wajar saja bila di umur 35 tahun laki-laki akan merasakan puncak kesepian, dan perempuan berada di puncak kebosanan.

Sebuah survei di Inggris menunjukkan betapa kesepiannya para pria di usia 35 tahun. Sebanyak satu dari 10 pria atau 8 persen mengaku tak memiliki teman dekat. Sehingga, 39 persen dari mereka menyatakan hal tersebut membuatnya merasa terisolasi, 35 persen merasa depresi, dan 27 persen tak percaya diri. Mereka, terlalu larut pada pencapaian, sehingga mengesampingkan aspek sosial dan kebahagiaan.

Baca juga: Lajang dan Tetap Bahagia

Seiring bertambahnya usia, para pekerja cenderung tidak memandang rekan kerjanya sebagai teman. Faktanya, 14 persen dari mereka yang berusia 35-54 tahun dan 15 persen dari mereka yang berusia di atas 55 tahun mengatakan tidak memiliki teman baik di tempat kerja.

Mereka punya batas antara pekerjaan dan kehidupan sosial. Sebanyak 25 persen dari mereka juga merasa kurang dihargai. Angka ini meningkat menjadi 28 persen pada mereka yang berusia di atas 55 tahun.

“Di umur 35 tahun, Anda terbebani dengan jabatan beserta tanggung jawabnya. Sehingga seringkali berkutat pada pertanyaan: Apakah saya sudah sukses?” tanya Ashley Whipman, direktur Robert Half UK.

Lebih Mudah Dipecat di Usia 35 Tahun

Pikiran seperti Afifah untuk berhenti kerja sebelum usia 35 tahun dan membangun bisnis sendiri, ada benarnya. Sebab, di umur tersebut, selain mulai merasakan kepenatan, seseorang juga lebih rentan dipecat dari pekerjaannya. Data dari Badan Statistik Nasional Inggris pada kuartal pertama 2017 menguatkan hal ini. Pegawai Inggris berusia 35-49 dua kali lebih berpeluang dipecat dibandingkan yang berusia 25-34.

Baca juga: Maraknya Belanja Online Jadi Picu PHK Pekerja Ritel

infografik usia berhenti kerja

Jadi, daripada menyerahkan diri sebagai buruh lalu tiba-tiba dipecat dan tak punya persiapan untuk melanjutkan hidup, lebih baik mempersiapkan diri dengan matang sebelum “kemungkinan” dipecat datang. Sebanyak 68 persen orang berusia 35-54 tahun menyetujui gagasan Afifah. Mereka mengaku lebih bebas bekerja sendiri. Dan 55 persen dari mereka yakin bisa sukses dengan karyanya.

Karyawan yang berusia 35 tahun dianggap sudah cukup memiliki pengalaman untuk mendirikan bisnis sendiri. Sehingga mereka perlu mencoba hal-hal lain di luar pekerjaan rutinnya agar karirnya berjalan dinamis. Managing Director Senior di Robert Half UK, Phil Sheridan, bahkan mengatakan penting untuk tak mengorbankan kebahagiaan demi pekerjaan semata.

Baca juga: Negara Paling Bahagia di Dunia

Tapi ingat, Anda juga perlu realistis. Jika sungguh tak betah di tempat kerja, pertimbangkan hitung-hitungannya. Kecuali Anda langsung diterima di tempat kerja lain dengan penghasilan tetap, undur diri dari kantor perlu kecukupan finansial. Apakah simpanan Anda cukup untuk pengeluaran rutin saat Anda tak punya penghasilan reguler? Hal lain yang terpenting: matangkan rencana wirausaha, jika memang jalan itu yang hendak dipilih.

Baca juga artikel terkait PEKERJAAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Bisnis
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani