tirto.id - Sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan memasuki babak akhir. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjadwalkan agenda pembacaan putusan terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Selasa (9/5/2017) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.
"Selanjutnya, kami tanya kepada Penuntut Umum terhadap nota pembelaan ini apakah saudara akan memberi tanggapan?" tanya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (25/4/2017).
"Berdasarkan Pasal 182 KUHAP kami mempunyai hak untuk memberikan jawaban atau replik atas pembelaan terdakwa. Ada beberapa pertimbangan, pertama kami sampaikan bahwa kami menilai apa yang disampaikan penasihat hukum tidak ada fakta yang baru, kedua ada sebagian pengulangan di materi eksepsi yang sudah diputus Majelis Hakim," jawab Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono.
Dalam persidangan tersebut, penasehat hukum Basuki atau Ahok mengajukan 5 tuntutan kepada Majelis Hakim. Mereka menilai Ahok tidak melanggar pasal 156 dan pasal 156a. Mereka pun meminta agar pengadilan memulihkan hak dan martabat Ahok.
Setelah mendengar tuntutan penasehat hukum, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memutuskan untuk tidak melakukan replik setelah mendengar pledoi.
"Kami merasa apa yang disampaikan sudah cukup. Pada prinsipnya kami tetap pada tuntutan," ujar Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono di Aula Kementan, Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Ali mengaku ada tiga faktor mereka tidak mengajukan replik. Pertama, materi yang diajukan oleh penasehat hukum tidak ada fakta baru. Kedua, materi penasehat hukum merupakan pengulangan materi eksepsi. Terakhir, jaksa penuntut umum ingin jadwal persidangan kembali sesuai jadwal.
Penasehat hukum Ahok pun menyatakan tetap pada sikap mereka. Mereka tidak mengubah pandangan tentang pledoi mereka.
"Tetap pada pembelaan, Yang Mulia," ujar penasehat Ahok Teguh Samudera.
Setelah tuntutan dan pembelaan serta replik duplik secara lisan diajukan oleh pihak penuntut umum dan penasehat hukum, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Setiarto langsung menyatakan pembacaan putusan digelar dua minggu dari persidangan.
"Sesuai dengan jadwal maka putusan akan kami ucapkan pada hari Selasa tanggal 9 Mei. Untuk itu diperintahkan kepada saudara terdakwa untuk hadir dalam persidangan tersebut," tegas Dwiarso.
Sebelumnya, Ahok dijerat oleh JPU dengan ancaman pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Sementara menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri